Pertama yakni "Design" atau desain perkotaan. Menurutnya, desain spasial perlu ditinjau ulang agar lebih terdesentralisasi dan lebih mampu mengatasi berbagai guncangan termasuk ekonomi, finansial, kesehatan, dan perubahan iklim.
Hal tersebut dapat dilakukan antara lain melalui pembangunan kawasan mandiri, ketercukupan ruang terbuka hijau dan kawasan publik.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
"Serta didukung oleh akses terhadap transportasi umum dan penerapan teknologi berbasis big data yang memanfaatkan artificial intelligence dan internet of things," tambahnya.
Berikutnya, yaitu "Density" atau kepadatan di mana pengalaman saat pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa kepadatan dapat membawa kerugian sekaligus keuntungan.
Menurutnya, pandemi terbukti cepat menyebar di kawasan padat, di saat yang sama kawasan yang padat mendukung terjadinya perputaran ekonomi adanya karantina wilayah.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala OIKN
"Kedua hal tersebut menunjukkan perlunya dirumuskan satu keseimbangan baru bagi kepadatan penduduk yang ideal dalam sebuah kawasan," ujarnya.
Kemudian, "Diversity" atau keragaman, pandemi menyadarkan pentingnya kemudahan akses ke layanan dasar bagi seluruh warga kota tanpa terkecuali, termasuk pekerja informal dan kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, lansia, dan anak-anak.
"Pengembangan kota berbasis keterjangkauan juga menjadi prioritas seperti konsep walkable city dan ten minutes city," tambahnya.