Undang-undang ini memasukkan sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual yaitu pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual dan perbudakan seksual.
Jika dibandingkan dengan usulan awal, terdapat dua poin yang dihapus yaitu pemerkosaan dan aborsi.
Baca Juga:
Aktris Putri Ayudya Sebut Saatnya Mengawal Implementasi UU TPKS
Pelecehan seksual fisik dan non-fisik bisa terjadi di mana dan kapan saja, bahkan di lingkungan keluarga, institusi pendidikan hingga tempat kerja.
Sebelum adanya UU TPKS, masalah pelecehan seksual ini kerap diabaikan jika terdapat pengaduan.
Bahkan pada ranah tertentu seperti industri hiburan, pelecehan dianggap sebagai hal yang normal.
Baca Juga:
RUU TPKS: Polisi Wajib Lindungi Korban Kekerasan Seksual 1x24 Jam Setelah Lapor
"Bagi kami para aktor yang dituntut untuk berani terbuka dan menjadi rapuh (being vulnerable) selama syuting kami harus pandai-pandai menjaga batasan. Kita semua juga bekerja bersama dalam waktu yang lama. Bisa jadi kita luput untuk menjaga emosi dan sikap," jelas Putri.
Dengan adanya UU TPKS, ekosistem dunia hiburan mulai melakukan pembenahan dan membuat batasan-batasan agar seluruh pekerja yang terlibat merasa aman dan nyaman.
"Saat ini peraturan-peraturan yang sudah mulai dipasang tentang kekerasan seksual dan respect conduct di lokasi shooting tidak sekedar mengingatkan atau peraturan lokal dari PH tapi mempunyai konsekuensi nyata secara hukum," kata perempuan kelahiran 20 Oktober 1976 itu.