"Kami juga melakukan tindakan tegas untuk pemasok yang tidak memenuhi kontrak, itu kami lakukan terminasi kontrak dan blacklist, sehingga pemasok secara otomatis tidak dapat melakukan ekspor," kata dia.
Selain itu, perbaikan dilakukan melalui sistem digital monitoring PLN yang terintegrasi dengan sistem Ditjen Minerba Kementerian ESDM, sehingga jika terjadi kegagalan loading maka dari sistem Minerba langsung menerbitkan surat peringatan kepada pemasok dan otomatis mengunci.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Hal itu akan membuat pemasok tidak dapat ekspor sampai volume kontrak maupun kewajiban DMO terpenuhi.
PLN juga memperbaiki ekosistem logistik dan rantai pasok batu bara dengan melakukan percepatan pembayaran tagihan transportasi dari semula 60-120 hari menjadi 7-14 hari kerja.
Serta pembayaran tagihan pasokan batu bara yang sebelumnya manual kini menggunakan sistem digital sehingga mempercepat dari sebelumnya 90 hari menjadi 30 hari.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Penguatan regulasi untuk enforcement DMO oleh Kementerian ESDM dan reformasi manajemen batu bara oleh PLN tersebut telah mengubah kondisi krisis menjadi kondisi aman," kata Darmawan.
Menurut dia, saat ini untuk 17 PLTU yang strategis sudah memiliki pasokan batu bara di atas 15 HOP (hari operasi). Selain itu, rancangan kondisi pasokan di Februari 2022 juga telah dipetakan untuk memastikan volume batu bara sudah seimbang dan pasokan yang sudah terkontrak mendapay slot pengiriman untuk loading.
"Untuk itu kami memastikan bahwa pasokan di bulan Februari sudah kami rancang secara strategik dan secara operasional slot-slot sudah kami isi dan dalam hal ini kami sudah antisipasif untuk kebutuhan armada. Jadi Insyaallah untuk pasokan bulan Februari juga akan aman," pungkas dia. [As]