Namun, akan ada tantangan dalam menerapkan strategi ini di Indonesia. Tantangan utamanya, upaya ini membutuhkan renegosiasi kontrak antara PLN dengan independent power producer (IPP) yang mengoperasikan PLTU. Kontrak saat ini menggunakan mekanisme Take or Pay, yang mengharuskan PLN menyerap listrik yang dipasok IPP dengan jumlah yang disepakati sebelumnya.
Selain itu, menggunakan PLTU sebagai sumber fleksibilitas memerlukan investasi tambahan untuk memperbaiki unit pembangkit yang ada (retrofitting), sehingga perlu pengembalian pada investasi tersebut dan hanya dapat diterapkan pada PLTU tertentu (ekspektasi umur operasi dan kontrak masih lama).
Baca Juga:
Banyak Jaringan Listrik Sudah Tua, ALPERKLINAS Imbau PLN Alokasikan Anggaran Penggantian Demi Keselamatan Konsumen
Mentransformasi peran PLTU menjadi lebih fleksibel dapat mengurangi waktu operasi (pembangkitan) tahunan PLTU. Hal ini berdampak pada pengurangan emisi di sektor ketenagalistrikan, menjamin keandalan dan ketersediaan pasokan listrik di masa transisi menuju energi terbarukan, sambil menunggu PLTU yang ada berhenti beroperasi sepenuhnya pada 2050 sebagaimana rencana pemerintah. [ss]