Intensitas kelebihan pasokan listrik akan lebih parah jika proyek pembangkit listrik, yang menjadi bagian dari program 35 GW mulai beroperasi, yang sebagiannya adalah PLTU. Ini merupakan bagian dari program utama presiden ketika pertama kali terpilih, sehingga tidak heran jika proyek ini diprioritaskan.
Kelebihan pasokan pada sektor ketenagalistrikan dapat diartikan bahwa rencana meningkatkan penggunaan energi terbarukan akan terhambat, karena PLN akan lebih memprioritaskan penyerapan kapasitas pembangkit listrik yang ada, serta pembangkit yang memiliki perjanjian kontrak jangka panjang dan akan mulai beroperasi.
Baca Juga:
PLN dan Pemkot Operasikan SPKLU Khusus Angkot Berbasis Listrik di Kota Bogor
PLN baru-baru ini menyatakan niatnya untuk menunda atau tidak mengikuti penerapan peraturan baru yang bertujuan untuk mempromosikan penyerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap). Peraturan ini diperkenalkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) pada Agustus 2021 untuk menghapus batasan jumlah listrik yang dapat dijual kembali oleh pemilik PLTS atap ke jaringan. Padahal, Permen ESDM ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak investasi untuk membangun PLTS Atap.
RUPTL 2021-2030, yang diklaim hijau, menyatakan bahwa PLN memfokuskan upaya pemenuhan target 23% energi terbarukan pada 2025 dengan memprioritaskan program yang tidak membutuhkan tambahan modal baru, namun hanya memerlukan tambahan biaya operasional, salah satunya adalah co-firing (biomasa) pada beberapa PLTU. Artinya, PLN lebih memilih menghindari pembangunan baru pembangkit listrik energi terbarukan dan memanfaatkan PLTU yang ada untuk dibaurkan dengan biomasa sebagai upaya memenuhi target energi terbarukan nasional.
Mengubah Peran
Baca Juga:
PLN Operasikan SPKLU Khusus Angkot Listrik di Kota Bogor
Dalam kondisi kelebihan pasokan listrik, memastikan transisi berjalan akan menjadi dilema bagi PLN. Untuk mengatasi hal ini, mengubah peran PLTU menjadi pendukung (supportive role) sistem ketenagalistrikan dapat dipertimbangkan sebagai solusi yang menarik. PLTU dapat memberikan layanan secara fleksibel (tambahan dan cadangan) ke jaringan.
Tingkat penetrasi PLT Bayu (angin) dan PLTS yang lebih tinggi, meskipun penting untuk mencapai dekarbonisasi sektor kelistrikan, juga akan memerlukan fleksibilitas sistem untuk mengakomodasi pembangkit tenaga angin dan surya yang bervariasi, sambil mempertahankan kecukupan dan keandalan pasokan listrik. PLTU dapat membantu fleksibilitas sistem dengan dioperasikan sesuai kebutuhan sistem, dan bukan sebagai baseload.
Sebagai negara dengan kapasitas PLTU terbesar di dunia, China juga membangun energi terbarukan secara besar-besaran, terutama pembangkit tenaga surya dan angin, sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi. Untuk memastikan keandalan pasokan listrik di negaranya, China berencana merenovasi PLTU yang ada menjadi lebih fleksibel dan atau sebagai kapasitas cadangan untuk menjaga stabilitas jaringan sehingga memfasilitasi proses dekarbonisasi listrik sebelum merealisasikan penghentian PLTU sepenuhnya.