“Batu bara kalori rendah punya Izin Usaha Pertambangan, hanya bisa produksi tapi enggak bisa dikirim ke PLN. Itu juga bisa menjadi masalah,” katanya.
Kondisi inilah yang menyebabkan PLN mengkhatirkan pasokan untuk PLTU. Awal Agustus lalu, Sapto menyebut stok batu bara PLN (hari operasi pembangkit/HOP) cuma bisa menghidupkan PLTU hingga 19 hari ke depan. Belakangan, HOP ini kian membaik.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Kondisi saat ini stok batubara PLTU PLN dalam kondisi aman, dengan rata-rata 23 HOP,” kata Gregorius Adi TriantoExecutive Vice President Komunikasi Korporat PLN.
Menanti Peran BLU
Ketika kisruh pelarangan ekspor memanas pada awal tahun lalu, Pemerintah merancang sejumlah solusi agar situasi ini tidak berulang. Salah satunya adalah dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU). Fungsinya persis seperti Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
BLU batu bara akan mengutip sejumlah pungutan ekspor dari penambang batu bara, kemudian mengggunakan hasilnya untuk menutup selisih harga domestik dan internasional. Idealnya, BLU ini bisa memberikan kompensasi bagi penambang agar memprioritaskan kebutuhan batu bara lokal. Masalahnya, rencana ini tidak kunjung dieksekusi.
Menteri ESDM Arifn Tasrif menyebut hingga saat ini pengambil kebijakan masih berdebat apakah BLU ini akan dipayungi Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah.
“Izin prakarsa belum mendapat persetujuan,” kata Arifin, Selasa (9/8).