Sebab, kata dia, posisi hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan atas perkara yang diperiksa.
"Putusan hakim kasus pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik. Sehingga putusan ultra petita dibenarkan sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik," kata Leonard.
Baca Juga:
Kejagung RI Cegah Saksi Kasus Korupsi BTS 4G Bepergian ke Luar Negeri
Loenard juga mengutip pendapat Van Apeldoorn, yaitu "jika hakim harus menyesuaikan (waarderen) undang-undang dengan hal-hal yang konkrit yang terjadi di masyarakat dan hakim dapat menambah (aanvullen) undang-undang apabila perlu".
"Hakim harus menyesuaikan undang-undang dengan hal yang konkrit, karena undang-undang tidak meliputi segala kejadian yang timbul dalam masyarakat. Sehingga putusan hakim dapat memuat suatu hukum dalam suasana "werkelijkheid'" yang menyimpang dari hukum dalam suasana 'positiviteit'," kata dia.
Leonard memberikan contoh, jika terkait hakim memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan kepada terdakwa adalah bukan sesuatu hal yang baru.
Baca Juga:
Kejagung Akan Periksa BPK dan Komisi I DPR Terkait Kasus Korupsi BAKTI Kominfo
Perkara atas terpidana Susi Tur Andayani terkait perkara tindak pidana korupsi (suap) pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Dalam putusannya Hakim memutus pasal yang berkualifikasi delik berbeda dengan pasal yang tercantum di dalam Surat dakwaan, yaitu hakim memutus dengan menggunakan ketentuan dari Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU Tipikor.
"Selain dari perkara tersebut, masih terdapat putusan pengadilan yang lain, yang mana hakim dalam memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada Terdakwa," kata Leonard.