WahanaNews-Kaltim | Tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa Heru Hidayat atas perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), jadi salah satu poin yang disorot dalam nota pembelaan atau pledoi.
Seperti perihal perulangan tindak pidana Heru dalam perkara korupsi Jiwasraya yang seharusnya, tidak dapat dijadikan pertimbangan pemberat untuk menuntut hukuman mati, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Tipikor, karena dalam dakwaan hanya mencantumkan Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor.
Baca Juga:
Kejagung RI Cegah Saksi Kasus Korupsi BTS 4G Bepergian ke Luar Negeri
Menanggapi pledoi tersebut, Kapuspenkum Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan isi tanggapan atas pledoi atau replik terkait pembelaan tentang tuntutan pidana mati pada Pasal 2 ayat (2) untuk menuntut terdakwa dihukum mati, meski pasal tersebut tidak didakwakan.
"Di dalam perkara aquo terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor dan pada saat di persidangan ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sedangkan pemberatan di Pasal 2 UU Tipikor termuat di dalam ayat 2," kata Leonard dalam keterangan resminya, Jumat (17/12/2021).
Hal ini, kata Leonard, sejalan dengan pandangan ahli Satjipto Rahardjo yang memberikan gagasan-gagasan terbaru dalam memaknai hukum, dengan konsep teori hukum progresifnya, yang mana hukum tidak hanya dimaknai secara tekstual.
Baca Juga:
Kejagung Akan Periksa BPK dan Komisi I DPR Terkait Kasus Korupsi BAKTI Kominfo
"Sehingga pemaknaan terhadap asas ultra petitum partium dapat diberikan pemaknaan lain, dengan menggunakan teknik-teknik penemuan hukum guna mendapatkan keadilan yang sesuai dengan keadilan dalam masyarakat," kata Leonard.
"Pada pemeriksaan perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materil. Sehingga Hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas mempertimbangkan segala sesuatunya yang terkait dengan perkara yang sedang diperiksa tersebut," lanjut dia.
Sementara dalam KUHAP, Leonard menyebut, tidak ada satu pasal pun yang mengatur keharusan hakim untuk memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa.