Di era baru saat ini, terutama di Asia, sebagian besar peran negara itu diambil alih perusahaan multinasional besar, yang bekerja dengan prinsip berbeda.
Menurut Provoost, renggangnya kontrol pemerintah membuat pertumbuhan dan perkembangan kota baru di Asia tidak ambil pusing pada akar sosial dan budaya.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
”Ini menjelaskan mengapa kota-kota baru Asia bisa begitu elitis tanpa malu-malu, begitu berani menjadi sangat komersial, sangat dangkal (dari sisi nilai sosial budaya yang dianut), sangat tidak benar secara politis di mata Barat. Bahkan, ketika kota-kota ini sebenarnya dirancang oleh kantor-kantor Barat,” tulis Provoost.
Dalam catatan Provoost, banyak kota baru yang sedang dikembangkan di Asia diprakarsai dan dirancang oleh perusahaan Barat.
Perusahaan seperti KCAP dan Kuiper Compagnons dari Belanda; lalu Atkins, Foster, dan HOK dari Inggris; GMP dari Jerman; dan SOM dan KPF dari AS, memanen gelombang pekerjaan Kota Baru seperti di Arab Saudi, Korea Selatan, Azerbaijan, dan Filipina.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala OIKN
Di Indonesia hal serupa terjadi.
Untuk calon ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur, pada awal 2020, pemerintah resmi mengumumkan menggandeng dya konsultan asal AS, yaitu McKinsey dan Aecom, serta satu konsultan asal Jepang, Nikken Sekkei.
Selanjutnya, di balik perancang kota dan desainer lokal yang turut digandeng, proyek IKN tetap menjadi garapan bersama dengan investor dan perusahaan global.