WahanaNews-Kaltim | Kalimantan Timur yang menjadi lokasi pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara, tak lepas dari ancaman gempa.
Hal ini diungkapkan ahli geologi yang juga Dosen Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Andang Bachtiar.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Minta Seluruh Elemen Masyarakat Dukung Rencana Presiden Deklarasi IKN Jadi Ibu Kota Negara Tahun 2028
Menurut Andang ada patahan Sesar Maratua dan Mangkalihat yang membuat wilayah Kalimantan tidak bebas dari gempa.
Menanggapi hal ini, Otorita IKN menyatakan, hasil kajian sejumlah lembaga menunjukkan masih ada potensi bahaya geologi berupa gempa bumi di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Meski dimikian, potensi gempa di wilayah Kalimantan Timur sebagai lokasi IKN Nusantara tersebut tergolong rendah.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Minta Seluruh Lapisan Masyarakat Dukung Rencana Presiden Deklarasi IKN Jadi Ibu Kota Negara Pada 2028
Beberapa catatan juga menunjukkan pusat gempa di Kalimantan Timur puluhan tahun lalu terjadi di luar kawasan IKN Nusantara.
Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN, Mohammed Ali Berawi seperti dikutip dari Kompas.com mengemukakan, wilayah IKN Nusantara memiliki risiko bahaya gempa bumi dominan rendah.
Hal ini ini sesuai dengan kajian risiko bencana yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020.
Salah satu kajian risiko bencana dari BNPB ini merupakan analisis dari peta bahaya gempa bumi di kawasan IKN Nusantara.
Analisis ini dibuat berdasarkan data hasil pemetaan mikrozonasi gempa bumi di Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan sebagian wilayah Kutai Kartanegara yang dilakukan Badan Geologi.
”Meskipun sesar aktif terdapat di barat laut IKN Nusantara dan berpotensi mengakibatkan gempa bumi, diperkirakan potensi gempa bumi yang dihasilkan relatif kecil.
Hal ini karena sesar aktif tersebut tergolong sesar minor,” ujarnya ketika dihubungi Kompas, Minggu (9/7/2023).
Menurut Ali, selain sesar minor, potensi gempa bumi tektonik di IKN Nusantara yang rendah juga diakibatkan oleh dampak pejalaran dari sesar mayor, seperti pejalaran dari sesar Palu Koro di Sulawesi.
Kemudian sesar Sangkulirang, yakni patahan sesar Maratua dan Mangkalihat, serta sesar Adang atau Pasternoter tercatat sudah lama tidak aktif.
Merujuk peta kawasan rawan bencana (KRB) gempa bumi dan mikrozonasi gempa berdasarkan mikrotremor pada kawasan inti IKN Nusantara.
Terlihat bahwa KRB gempa pada kawasan IKN Nusantara terdiri atas KRB gempa rendah.
Adapun percepatan tanah maksimum (peak ground accelaration/PGA) mencapai 0,1 g (satuan percepatan gempa di permukaan) pada batuan dasarnya.
Meskipun sesar aktif terdapat di barat laut IKN Nusantara dan berpotensi mengakibatkan gempa bumi, diperkirakan potensi gempa bumi yang dihasilkan relatif kecil.
Hal ini karena sesar aktif tersebut tergolong sesar minor.
Hasil kajian seismotektonik oleh Badan Geologi juga menunjukkan bahwa secara umum Kalimantan jauh dari jalur sumber gempa.
Sebab, pada zaman Neogen, yakni 23–0,05 juta tahun yang lalu, Kalimantan telah terkunci oleh Laut China Selatan serta jalur subduksi berpindah ke selatan Jawa.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) mencatat, sejak 1921 sampai sekarang telah terjadi gempa bumi di Kalimantan Timur yang cukup memakan korban.
Salah satunya yaitu gempa Sangkulirang tahun 1921 atau berkisar 200-300 kilometer dari kawasan IKN Nusantara dengan intensitas gempa VII MMI dan menimbulkan tsunami di Sekuran.
Kemudian tahun 1923 terjadi gempa Tarakan dengan intensitas gempa VIII MMI atau sekitar 600 kilometer dari IKN Nusantara dan mengakibatkan beberapa bangunan roboh dan tanah retak.
Dua tahun berselang, tahun 1925, terjadi kembali gempa di Tarakan yang mengakibatkan guncangan cukup kuat di Tarakan dan Luikas.
Selain itu, pada 1957 terjadi gempa di Balikpapan dengan lokasi berkisar 10-20 kilometer dari kawasan IKN.
Gempa dengan intensitas VI MMI tersebut bahkan sempat mengakibatkan tsunami di Pantai Balikpapan.[ss]