Kaltim.WahanaNews.co, Kongbeng - Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi (DPMPD) Kalimantan Timur menyatakan bahwa saat ini provinsi tersebut memiliki 185 komunitas adat yang tersebar di 150 desa dan kelurahan.
"Dari 185 komunitas adat tersebut, sebanyak lima masyarakat hukum adat (MHA) telah mendapat pengakuan dan perlindungan melalui surat keputusan (SK) bupati," ujar Sekretaris DPMPD Kalimantan Timur (Kaltim) Eka Kurniawati di Kongbeng, Kaltim, Kamis (24/08/23).
Baca Juga:
Pemprov Kalimantan Timur Susun Kebijakan Tingkatkan Kompetensi Jasa Konstruksi Lokal
Eka mengatakan hal itu pada acara audensi MHA Kayan Umaq Lekan bersama Gubernur Kaltim di kawasan pendalaman, yakni Desa Miau Baru, Kecamatan Kongbeng, Kutai Timur.
Rincian dari lima MHA itu adalah dua MHA berasal dari Kabupaten Paser dan tiga MHA lainnya dari Kabupaten Kutai Barat.
Selain itu, ada 16 MHA masih dalam proses verifikasi dan pengesahan melalui SK bupati. Dari 16 ini, 10 MHA berasal dari Kabupaten Kutai Timur.
Baca Juga:
Bawaslu Kaltim Gelar Penguatan Kapasitas Putusan dan Keterangan Tertulis PHP Pilkada 2024
10 MHA tersebut, tujuh berada di Kecamatan Wahau, yakni MHA Kayan Umaq Lekan di Desa Miau Baru, klaster MHA Wehea tersebar di enam desa, MHA Basap Tebangan Lembak di Kecamatan Bengalon, MHA Long Bentuk di Kecamatan Busang, dan MHA Basap di Karangan Dalam, Kecamatan Karangan.
Lebih lanjut, Eka mengatakan Pemprov Kaltim selalu memberdayakan, memberikan perhatian dan menghormati keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, sekaligus sebagai upaya percepatan pemberian pengakuan dan perlindungan terhadap komunitas tersebut.
Komunitas adat juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sasaran program penurunan emisi karbon (FCPF-CF), sehingga melalui pendanaan FCPF, Pemprov Kaltim mengalokasikan untuk pendampingan penyusunan dokumen MHA yang wajib dimiliki calon MHA untuk memperoleh pengakuan pemerintah secara administrasi.
Peran masyarakat adat sangat penting dalam penurunan emisi karbon, karena mereka selama ini mengelola hutan secara lestari, mengingat hutan merupakan wadah mereka dalam mencari nafkah, baik berupa rotan, madu, tanaman obat, berburu, dan lainnya.
"Dari audensi ini diperoleh aspirasi untuk percepatan pemberian pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan bagi MHA di Kabupaten Kutai Timur, khususnya untuk Desa Miau Baru. Selain itu, diperoleh komitmen bersama MHA Kayan Umaq Lekan agar dapat berperan aktif dalam menyukseskan program pemerintah," kata Eka.
[Redaktur: Amanda Zubehor]