Tiba-tiba dia muncul lagi ketika penulis mengikuti kunjungan kenegaraan Presiden ke AS pada 1956. Di Washington DC, ia datang berkunjung ke penginapan Presiden RI di Blair House. Seperti biasa, ia kemudian berbincang-bincang gembira dengan Bung Karno layaknya sahabat lama yang bertemu lagi. Namun, saat itu, tubuhnya sudah gemuk dan agak botak.
Saat hendak meninggalkan penginapan, ia menyodorkan uang 200 dollar AS kepada penulis. Katanya, untuk berbelanja.
Baca Juga:
Anies di Semprot PDIP Gara-Gara Suruh Warga Pekikkan 'Merdeka' dengan Tangan Terbuka
Ketika itu tak ada kecurigaan sedikit pun dari tim khusus Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang turut dalam rombongan. Mereka beranggapan yang bersangkutan seorang diplomat AS yang sudah dikenal baik sejak di Yogyakarta.
Selama di AS, yang bersangkutan muncul di beberapa kota yang dikunjungi Bung Karno, mulai dari New York, pusat industri mobil di Detroit, hingga pusat pendidikan pasukan khusus AA di Fort Bragg.
Yang dilakukan hanya ngobrol-ngobrol dengan pejabat-pejabat Indonesia yang turut dalam rombongan. Sebut saja, Menlu Roeslan Abdulgani, Sekretaris Negara Mr Tamsil, dan Komandan DKP Mangil Martowidjojo.
Baca Juga:
Megawati Soekarnoputri, Ibu Kartini Indonesia Masa Kini
Terkesan pertemuannya santai-santai saja. Pada 1957, Palmer muncul lagi di Istana Merdeka Jakarta. Saat itu, ia dikenal sebagai Direktur American Motion Picture Association Indonesia yang berkantor di gedung United States Information Service (USIS) di sebelah Istana Negara.
Ketika pemberontakan separatis oleh PRRI di Padang, Sumatera Barat, pecah, peran intelijen AS terdeteksi oleh Badan Intelijen Angkatan Perang waktu itu.
Intelijen AS terdeteksi turut aktif membantu PRRI dengan persenjataannya. Namun, waktu itu, tak ada tanda-tanda terkait dengan Bill Palmer.