Kaltim.WahanaNews.co, Samarinda - Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Samarinda telah berhasil menangani kebakaran yang diperkirakan berasal dari aktivitas di salah satu tempat pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) mini di Samarinda Utara.
Kepala Bidang Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Samarinda, Teguh Setya Wardana, menyampaikan bahwa kebakaran tersebut telah menyebabkan kerusakan pada satu bangunan ruko dengan tiga pintu di Jalan Wahid Hasyim II, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara.
Baca Juga:
Saat Ibadah, Gereja Pentakosta Lau Mil Dairi Terbakar
"Pada Minggu (03/12/23) pagi, kebakaran merambat dan menghanguskan bangunan ruko tersebut, serta melibatkan dua unit kendaraan roda dua dan satu unit kendaraan roda empat," kata Teguh.
Meskipun dugaan sementara menunjukkan bahwa kebakaran tersebut berasal dari aktivitas pengetapan BBM yang tidak hati-hati, Teguh mengonfirmasi bahwa penyebab pastinya masih dalam penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Proses pemadaman dilakukan dengan lancar tanpa hambatan, melibatkan dua unit kendaraan pemadam yang dibantu oleh tim relawan Samarinda.
Baca Juga:
Ruang Komputer dan 2 Kelas SMPN 1 Tigalingga Terbakar
Teguh menyatakan, "Kami akan melakukan identifikasi lebih lanjut bersama pihak terkait untuk mengetahui penyebab pasti kebakaran itu."
Kepala Dinas Perdagangan Samarinda, Marnabas, memberikan klarifikasi terkait kegiatan pengisian Bahan Bakar Minyak mini atau Pertamini sebagai penyebab kebakaran. Ia menjelaskan bahwa pengisian Pertamini seharusnya hanya boleh beroperasi di daerah yang sulit terjangkau oleh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
"Saya pernah sampaikan kepada pemerintah pusat bahwa (Pertamini) itu bom waktu kalau tidak segera ditindak," ujar Marnabas beberapa waktu lalu.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Samarinda akan mengambil tindakan dengan menyiapkan regulasi khusus untuk Pertamini. Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan, ia menegaskan bahwa Pertamini dilarang karena melanggar peraturan perizinan dan pengelolaannya dianggap membahayakan.
[Redaktur: Amanda Zubehor]