Kaltim.WahanaNews.co, Samarinda - Pemerintah Kota Samarinda, Kalimantan Timur, berkomitmen mengubah sumber ekonomi dari ketergantungan terhadap tambang batu bara, bertransformasi ke sektor perdagangan dan jasa yang merupakan lapangan usaha berkesinambungan.
"Komitmen ini dibuktikan dengan adanya revisi Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada 2023, bahkan telah ditetapkan menjadi Perda RTRW Samarinda periode 2022-2042," ujar Wali Kota Samarinda Andi Harun di Samarinda, Kamis (8/2/2024).
Baca Juga:
Dishut Ungkap Kawasan Hutan di Lampung Tinggal 28 Persen
Melalui RTRW yang menjadi pijakan dalam perencanaan pembangunan tersebut, Samarinda diarahkan menjadi kota dengan pertumbuhan lapangan usaha perdagangan dan industri jasa yang unggul serta memiliki daya saing tinggi.
Sedangkan sektor pertambangan batu bara yang selama ini masih berjalan di Samarinda, maka seiring dengan habisnya izin batu baru yang rata-rata pada 2026, maka mulai dua tahun mendatang tidak ada lagi perpanjangan izin tambang di Samarinda.
Ia pun memberi batas waktu operasi sektor pertambangan sampai berakhirnya izin pertambangan pada 2026 baik untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun untuk perusahaan dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Baca Juga:
Miris! Kawasan Hutan di Lampung Tersisa 28 Persen
Setelah 2026, lanjut Andi Harun, tidak ada lagi kawasan di Samarinda yang diperuntukkan bagi pertambangan, sehingga ia mengingatkan kepada seluruh perusahaan tambang baik yang memiliki IUP maupun PKP2B bersiap karena tidak ada lagi perpanjangan maupun izin baru.
"Kota Samarinda harus melakukan transformasi ekonomi, dari selama ini masih bergantung pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti tambang, berubah ke sumber daya yang dapat diperbarui dan berkelanjutan," katanya.
"Penghentian sektor pertambangan harus dilakukan karena dampak selama ini telah banyak merugikan warga kota seperti tanah longsor, banjir, dan dampak lingkungan lainnya," katanya menegaskan.
Sementara dalam Perda RTRW Samarinda periode 2022-2042 tersebut selain menghapus kawasan pertambangan, juga membagi beberapa kawasan pengembangan ekonomi, seperti kawasan budi daya seluas 62.921 hektare (ha) atau sebesar 87,78 persen.
Kemudian kawasan perumahan 37.071 ha, kawasan hutan produksi tetap 516 ha, kawasan perdagangan dan jasa 7.484 ha, kawasan transportasi 1.562 ha, kawasan tanaman pangan 1.012 ha, kawasan industri 3.768 ha, dan kawasan lindung seluas 8.756 ha.
[Redaktur: Amanda Zubehor]