WahanaNews-Kaltim | Istri mendiang aktivis Munir Said Thalib, Suciwati, menyerahkan bukti dna berkas baru di luar persidangan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan didampingi Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM).
Suciwati datang bersama perwakilan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM), Teo Reffelsen ke Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jaksel, Kamis (9/12/2021), sekitar pukul 14.00 WIB.
Baca Juga:
Laksamana Yudo Margono Rotasi 223 Perwira TNI
Suci bertemu dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana, pertemuan itu selesai sekitar pukul 15.08 WIB.
Suciwati mengatakan dia dan Teo menemui Jampidum membawa beberapa bukti yang dinilai bisa dijadikan novum oleh kejaksaan. Salah satunya, putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) dan sejumlah surat.
"Saya ke sini membawa beberapa hal baru, sebenarnya tidak baru juga. Putusan KIP misalnya di tahun 2012 ketika kita melakukan gugatan, soal Komisi Informasi Pusat kepada BIN, soal surat pengangkatan Pollycarpus oleh BIN, dan satu lagi soal surat tugas Muchdi PR yang dia mengaku ditugaskan oleh pihak BIN ketika ada telepon-telepon krusial, dia mengaku bahwa dia ditugaskan BIN ke Kuala Lumpur," kata Suciwati.
Baca Juga:
Bjorka Ungkap Dalang Kasus Pembunuhan Aktivis HAM, Ini Kata Istri Munir
"Itu sudah dijawab dan sudah ada putusan dari KIP bahwa, satu, memang menurut pengakuan dari BIN bahwa mereka tidak memiliki surat pengangkatan Pollycarpus. Kedua, mereka juga tidak pernah memberikan surat tugas atau tugas kepada Muchdi PR. Itu salah satu hal yang bisa dipakai pihak kejaksaan untuk menjadi novum," lanjut Suciwati.
Suciwati juga mengatakan kejaksaan mengaku sudah melakukan eksaminasi terkait putusan hakim.
Namun, ketika Suciwati menanyakan terkait dokumen itu, dia tidak diperkenankan mengakses dengan alasan dokumen itu dokumen negara.
"Mereka katanya sih melakukan eksaminasi, tapi ketika saya bertanya apakah kita bisa mengakses, saya sebagai korban apakah bisa mengakses dikatakan tidak boleh karena itu dokumen negara. Jadi, sampai hari ini ketika saya juga menanyakan kenapa, eh perlu jeda panjang karena sekarang kan ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang tidak memperbolehkan PK ya," katanya.
"Sehingga mereka tahun 2016 itu jadi alasan sekarang kalau mereka tidak bisa PK (peninjauan kembali). Sementara, ada jeda waktu tahun mulai tahun 2013 putusan atas MA itu kenapa tidak dilakukan, itu juga saya tanyakan dan itu dijawab sangat formalitas, mereka tidak melakukan itu," lanjut dia.
Selain itu, dia juga menagih agar Jaksa Agung ST Burhanuddin menuntaskan kasus Munir. Dia juga berharap ada keseriusan pemerintah mengusut kasus yang membuat nyawaa suaminya terenggut.
"Bagaimana kelanjutan kasus almarhum karena kan tahun 2016 Jokowi, Presiden kita itu membuat pernyataan kepada Jaksa Agung untuk menindaklanjuti kasus Munir, tapi sampai hari ini ketika saya nanya, apakah ada kemungkinan itu, 'iya kita nanti akan rapatkan'. Saya bilang misalnya berkutat soal dokumen TPF, hari ini orang-orang TPF itu masih hidup. Bisa dipanggil semua kalau memang serius untuk menindaklanjuti kasus ini," ucap Suciwati.
Sementara itu Perwakilan KASUM, Teo Reffelsen berharap agar jaksa mempertimbangkan bukti yang dibawa dia bersama Suciwati hari ini. Dia berharap Kejagung tidak melihat kasus ini seperti kasus biasa.
"Kami membawa beberapa bukti, berkas-berkas baru yang kami dapat di luar persidangan. Kita berharap dalam kasus ini jaksa tidak hanya melihat kasus ini hanya sebagai kasus biasa. Tapi karena jelas fakta-fakta persidangan, hasil temuan TPF bahwa kasus ini melibatkan negara. Jadi sebenarnya jaksa tidak boleh berkelit tidak bisa melakukan upaya hukum atas dasar alasan yuridis normatif," kata Teo.
"Kami berharap jaksa mempertimbangkan berkas yang kami berikan tadi untuk melakukan upaya hukum ke depan," lanjutnya.
Sebelumnya, KASUM telah menggelar aksi di depan kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat (Jakpus). KASUM mendesak kasus Munir diusut kembali agar terkuak hingga tuntas para pelaku yang terlibat.
Tampak sejumlah massa aksi membawa topeng Munir dan poster bertulisan '17 Tahun Negara Masih Belum Menangkap Dalang Pembunuhan Munir'.
"Yang dibunuh ini bukan warga yang sedang melakukan kejahatan atau mengancam keselamatan aparat negara, tetapi warga yang sedang berperjalanan menuju sekolah untuk belajar tentang hukum internasional dan hak asasi manusia. Dalam kerangka itu kejahatan ini sangat jelas tidak bisa ditoleransi sama sekali karena itu harus dibongkar harus diselesaikan secara tuntas agar tidak terjadi lagi di kemudian hari," kata Ketua KASUM Usman Hamid saat orasi. [As]