WahanaNews-Kaltim | PT PLN mencatat adanya penurunan pasokan batu bara di tengah peningkatan demand listrik. Jika kondisi ini berlarut-larut PLN mengakui potensi krisis batu bara bisa kembali terulang.
mengatakan, jika melihat selama 2021 stock pile batu bara PLN berada di bawah level aman di mana berada di kisaran 2,2 juta MT hingga 3,7 juta MT. Melalui usaha dari Menteri ESDM dan Komisi VII dengan adanya perubahan kebijakan yang lebih memaksa (enforce), berhasil menunjukkan perbaikan stock pile yang lebih baik di Januari 2022.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Berdasarkan data yang disajikan PLN, pada Januari 2022 saat awal periode recovery krisis, stok batu bara mulai pulih dan naik menjadi 4,4 juta MT. Hal ini berlanjut pada periode Februari hingga Juni 2022 yang meningkat di kisaran 5,1 juta MT hingga 5,7 juta MT. Level stok ini diakui Darmawan jauh lebih membaik dibandingkan dengan tahun 2021.
“Namun, kalau melihat bahwa dengan disparitas harga tinggi sekali membuat tren stock pile batubara di PLN semakin turun inilah yang kami deteksi bahwa beberapa pasokan juga semakin menurun,” jelasnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI bersama Kementerian ESDM dan PLN, Selasa (9/8/2022).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Tren turunnya stok batu bara ke PLN ini diiringi dengan kondisi perekonomian dan usaha PLN meningkatkan permintaan (demand) listrik yaitu ada peningkatan sebesar 5,3 TWH on top dari yang sudah diprediksi. Untuk itu PLN membutuhkan tambahan pasokan batu bara sebesar 7,7 juta MT untuk mengatasi pertumbuhannya demand.
“Dan dalam proses itu kami lakukan renegoisasi dengan IPP dari yang tadinya kami harus menghadapi oversupply kami berhasil memundurkannya sehingga dapat menurunkan produksi listrik dengan IPP yang otomatis juga menurunkan take or pay kami diiringi peningkatan utilisasi pembangkit. Maka kami ada penambahan 7,7 juta MT,” terangnya.
Untuk itu, lanjut Darmawan, dari Kementerian ESDM memberikan penugasan dari Januari sampai bulan ini tambahan pasokan yaitu sebesar 31,8 juta MT di mana dari penugasan tersebut efektivitas atau success rate yang sudah tercapai sekitar 45 persen yaitu 14,3 juta MT yang sudah berkontrak dari tambahan tersebut.
Lewat penambahan itu, pihaknya melihat bahwa kondisi stock pile batu bara masih berada di level aman, berbeda dengan kondisi tahun lalu. Namun sayang, saat ini terjadi tren penurunan stock batu bara PLN.
“Artinya kalo kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka kondisi yang tadinya aman bisa bergeser jadi kondisi krisis kembali,” ujarnya.
Darmawan menegaskan, bahwa pembentukan badan layanan umum (BLU) batu bara merupakan solusi permanen untuk mengatasi persoalan yang terjadi saat ini dan juga di masa yang akan datang.
Dia memaparkan, kebutuhan batu bara dari tahun ke tahun terus mengalami tren peningkatan permintaan. Di 2023, Darmawan menjelaskan, dalam proses pengadaan batu bara pihaknya memperhitungkan dari kebutuhan batubara yang sebelumnya 130 juta MT akan naik menjadi 135 juta MT.
Kemudian pada 2030 mendatang kebutuhan akan meningkat lagi hingga 155 juta MT hingga 160 juta MT. Lewat prediksi ini, tercermin bahwa tren konsumsi batu bara untuk kebutuhan kelistrikan semakin meningkat.
Tidak hanya ada peningkatan dari pasar domestik saja, permintaan batu bara juga tetap menjadi primadona di pasar luar negeri. Misalnya saja, konsumsi batu bara di China juga mengalami tren kenaikan karena adanya peningkatan kapasitas pembangkit batu bara yang akan terus berlanjut hingga 2025. Adapun di negara lain seperti Jerman dan Belanda, mereka mulai mengaktivasi kembali pembangkit batu bara karena ada kekurangan pasokan gas untuk menghadapi musim dingin. Alhasil, permintaan batu bara di pasar dunia juga semakin meningkat.
“Dengan kondisi seperti ini kondisi pasokan batu bara dunia relatif konstan dan demand naik maka harga batu bara sangat tinggi akan terus berlanjut sampai beberapa tahun mendatang,” terangnya.[ss]