WahanaNews-Kaltim | Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di Jakarta 24 Maret 2022 lalu mengungkap banyak hal, namun juga menyisakan tanda tanya.
Bappebti bersama Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Dirjen PKTN) telah menyegel sejumlah perusahaan robot trading (expert advisor/software analyzer) pada akhir Januari 2022 lalu.
Baca Juga:
Dukung Program Prioritas, Bappebti Tingkatkan Peran SRG untuk Perkuat Pasar Dalam dan Luar Negeri
Namun tidak jelas, mengapa tindakan tegas yang diambil oleh jajaran Kemendag terhadap sejumlah perusahaan termasuk perusahaan robot trading tersebut, baru dilakukan pada awal tahun 2022 lalu dan bukan sebelumnya.
Dengan kata lain, mengapa selama ini Kemendag amat lamban dan terkesan melakukan pembiaran?
Karena di antara yang disegel itu ada yang sudah beroperasi selama 3 tahun. Penyegelan seharusnya dilakukan sejak perusahaan baru berdiri, bukan setelah berbulan atau bahkan bertahun kemudian.
Baca Juga:
Patuhi Aturan, 22 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto Persiapkan Diri Menjadi Pedagang Fisik Aset Kripto
Jika penghentian kegiatan operasional dilakukan lebih cepat, akan lebih sedikit masyarakat yang menjadi korban.
Juga tidak terinfo mengapa hingga akhir tahun 2021, Kemendag bersama Kominfo hanya sebatas memblokir domain situs web perusahaan tersebut tanpa diikuti dengan menghentikan kegiatan operasionalnya.
Padahal dalam RDP tersebut, Plt Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana juga mengakui bahwa pemblokiran 1.222 situs web perdagangan berjangka komoditi sepanjang tahun 2021 tidak efektif untuk membendung maraknya penawaran investasi ilegal.
Hal itu karena situs web sejumlah perusahaan tersebut masih bisa diakses melalui VPN (Virtual Private Network).
Pada kesempatan itu, Kepala Bappebti menyebutkan bahwa perusahaan robot trading tidak riil trading dan merupakan money game berskema piramida (skema ponzi).
Hal itu terlihat dari modusnya yang menggunakan broker luar negeri (sehingga tidak teregulasi oleh Bappebti) dan ditunjuk oleh perusahaan robot trading itu sendiri.
Sehingga disinyalir perusahaan robot trading dan broker main mata melakukan rekayasa trading (dana tidak ditradingkan).
Trading yang direkayasa tersebut hanya sebagai sarana perusahaan untuk menghimpun dana masyarakat,
Sebelum penyegelan, sejumlah perusahaan robot trading mengklaim melakukan riil dan live trading.
Apalagi kemudian terbukti tradingnya bisa dicopy (bisa diikuiti) oleh pelaku trading manual sehingga diyakini betul-betul trading.
Namun dari penjelasan Kepala Bappebti tersebut, adalah sebuah keniscahyaan jika perusahaan robot trading yang riil dan live trading, tidak mentradingkan semua dana membernya, melainkan hanya sebagian saja (apabila memang terjadi persekongkolan antara perusahaan robot trading dengan brokernya).
Dalam rapat tersebut juga dijelaskan bahwa robot trading berbeda dengan binary option (Binomo cs) yang merupakan praktik perjudian.
Robot trading pada dasarnya adalah software untuk membantu aktivitas trading. Mestinya ‘robot’ (software) tersebut sebagai alat bantu saja sehingga harus dijual putus dan tidak boleh dipasarkan secara multi level marketing (MLM).
Intinya ‘robot’ harus dioperasikan sendiri oleh pelaku trading, dan dana untuk trading tidak dititipkan ke pihak lain agar tak terjadi penghimpunan dana masyarakat (yang menurut Bappebti telah dilakukan oleh perusahaan robot trading).
Sayangnya, selama ini minim sekali edukasi terkait hal tersebut di atas dan Bappebti kurang keras bersuara sehingga banyak masyarakat tidak paham.
Bappebti menyebut sejumlah perusahaan itu sebagai perusahaan robot trading ilegal dan menerapkan skema ponzi.
Di sisi lain, perusahaan yang disebut ilegal oleh Bappebti tersebut ternyata mengantongi izin MLM, yakni Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL), yang dikeluarkan oleh Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan (Direktur Binus dan PP) yang berada di bawah Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN). Semuanya merupakan jajaran Kementrian Perdagangan.
Bagaimana bisa sebuah perusahaan yang dianggap ilegal dan tidak boleh menjual produknya secara MLM oleh satu regulator, ternyata sudah mendapatkan legalitas sekaligus izin MLM dari regulator lainnya dalam jajaran kementrian yang sama, yakni Kemendag?
Anggota Komisi VI DPR RI perlu meminta penjelasan ke Dirjen PDN beserta Direktur Binus dan PP Kemendag untuk mencari tahu mengapa perusahaan robot trading berskema ponzi bisa mendapatkan SIUPL.
Sebuah perusahaan yang memiliki SIUPL mestinya bukan money game (skema ponzi/skema piramida). Karena seharusnya, perusahaan yang berskema ponzi tidak bisa mendapatkan SIUPL (sesuai syarat dan larangan yang diatur dalam Pasal 2 dan 21 Permendag nomor 32 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung dan juga termasuk larangan yang diatur dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan).
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha Berbasis Resiko, SIUPL yang dimiliki perusahaan mungkin sudah tidak sesuai lagi.
Namun jika memang skema ponzi, mestinya sejak awal SIUPL tidak pernah terbit. Karena salah satu syarat terbitnya SIUPL adalah perusahaan tersebut sudah lolos verifikasi bahwa skema marketingnya bukan skema jaringan terlarang.
Selanjutnya, Kepala Bappebti juga menyatakan bahwa perusahaan robot trading telah menyalahgunakan izin karena barang yang didaftarkan berbeda dengan yang dijual.
Contohnya, ada perusahaan yang menjual produk minuman (atau produk berwujud fisik lainnya), lalu software trading seolah diberikan sebagai bonusnya.
Padahal dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi VI dengan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) pada 22 Maret 2022 lalu terungkap bahwa SIUPL perusahaan robot trading diberikan oleh regulator terkait dengan kondisi sudah mengetahui sebelumnya bahwa barang yang dijual adalah software analyzer (robot trading) sehingga memang tidak berwujud fisik.
Sedangkan dalam Permendag, salah satu syarat untuk mendapatkan SIUPL adalah memiliki barang dan/atau jasa yang nyata dan jelas. Ini artinya, barangnya harus berwujud secara fisik. Perlu dipertanyakan juga mengapa barang yang tidak berwujud fisik bisa mendapat SIUPL.
Selain APLI yang lahir sejak tahun 1984 dan merupakan asosiasi MLM tertua di Indonesia, ada asosiasi lain yang lahir tahun 2014 dan juga mewadahi perusahaan MLM, yakni Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (AP2LI).
Menurut APLI dalam RDPU dengan Komisi VI tersebut, banyak perusahaan robot trading tergabung ke dalam AP2LI (bukan di APLI).
Baik APLI maupun AP2LI mungkin bukan sebagai lembaga pengawas perusahaan yang menjadi anggotanya.
Apalagi berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2021, perusahaan penjualan langsung tidak lagi memerlukan verifikasi kode etik dan program pemasaran dari asosiasi sebagai syarat pengajuan izin SIUP (seperti yang diumumkan APLI melalui websitenya). Namun sikap selektif dalam menerima anggota asosiasi mestinya tetap diperlukan.
Asosiasi memang sebelumnya dilibatkan Kemendag untuk melakukan verifikasi dokumen perusahaan yang mengajukan permohonan SIUPL agar sesuai dengan aturan, termasuk marketing plan yang tidak mengarah ke money game atau skema piramida (skema ponzi).
Logikanya perusahaan robot trading berskema ponzi tidak akan bisa lolos verifikasi. Yang lagi-lagi menjadi pertanyaan adalah mengapa bisa terjadi perusahaan robot trading skema ponzi lolos verifikasi SIUPL dan apakah benar banyak di antara mereka adalah anggota AP2LI? J
ka benar, pertanyaan berikutnya adalah adakah peran asosiasi terhadap lolosnya SIUPL sebuah perusahaan robot trading (yang ternyata kemudian menerapkan skema ponzi)?
Pasca penyegelan, AP2LI mengeluarkan imbauan yang salah satu poinnya menyatakan bahwa SIUPL dan keanggotaan dalam sebuah assosiasi/organisasi, bukan merupakan jaminan atas kepatuhan perusahaaan penjualan langsung terhadap regulasi.
Lalu ada poin lain yang meminta masyarakat agar mencek kesesuaian barang yang dijual dengan barang yang tertera pada lampiran SIUPL.
Dari imbauan tersebut disimpulkan bahwa karena bukan sebagai lembaga penjamin, maka asosiasi tidak bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi anggotanya. Sebuah pengumuman yang terlambat dan terkesan lepas tangan.
SIUPL dan keanggotaan dalam asosiasi inilah yang secara terbuka dijadikan ‘barang dagangan’ oleh perusahaan robot trading untuk menarik member.
Dalam berbagai iklan dan tayangan, yang dikedepankan adalah mereka perusahaan investasi yang legal (berizin lengkap) dan aman.
Mereka juga punya penjelasan mengapa perusahaannya tidak di bawah Bappebti maupun OJK.
Jika semua perusahaan robot trading di mata Kemendag adalah money game, maka iklan dan beragam tayangan di media sosial mestinya segera ditertibkan.
Karena salah satu kewenangan Bappebti adalah mewajibkan kepada setiap pihak untuk menghentikan atau memperbaiki iklan yang dapat menyesatkan (misleading). Kalau bisa menyegel perusahaan robot trading, seharusnya Bappebti juga dapat menertibkan iklan-iklannya. Namun hal itu tidak dilakukan.
Dalam RDP tersebut belum terinfo dengan jelas. apa langkah konkret pemerintah (Bappebti) pasca penyegelan yang berkaitan dengan aspek perlindungan masyarakat.
Padahal tujuan penyegelan adalah untuk melindungi masyarakat. Lantas, masyarakat mana yang ingin dilindungi? Anggota DPR Komisi VI sudah meminta Bappebti agar para member yang juga merupakan bagian dari masyarakat, dilindungi hak-haknya supaya dana mereka bisa kembali.
Meski belum menyebutkan langkah konkret, Bappebti menyadari bahwa yang paling dirugikan dalam skema ponzi adalah para member yang paling bawah (yang tidak punya kaki alias downline).
Dengan kata lain mereka yang hanya menjadi investor dan tidak menjalankan bisnisnya (member get member).
Pemerintah harus hadir untuk mengawal dana masyarakat yang hingga saat ini masih tertahan di sejumlah perusahaan robot trading.
Pasca penyegelan, sejumlah perusahaan memang menghentikan proses penarikan (withdrawal) dana member dengan berbagai sebab dan alasan.
Ada yang beralasan, memproses withdrawal member bagian dari kegiatan operasional perusahaan, sehingga hal itu tidak dapat dilakukan.
Ada yang mengatakan khawatir dianggap melakukan money laundering. Ada pula yang berdalih sedang mengurus izin dan dilarang oleh regulator memproses penarikan dana member.
Sayangnya bantahan Bappebti hanya sebatas melalui akun medsosnya dan tidak memberikan klarifikasi secara formal, apalagi menegur secara langsung dan terbuka ke perusahaan yang mencatut namanya.
Bappebti hanya memberi pernyataan melalui akun instagramnya bahwa tidak pernah mengeluarkan kebijakan pelarangan withdrawal dana member dan menginfokan bahwa tidak ada pemrosesan izin perusahaan robot trading.
Sayangnya tidak ada desakan dari Bappebti kepada perusahaan agar mengembalikan dana member dengan segera dan juga agar tidak menahan dana member dengan dalih sedang mengurus izin.
Namun di sisi lain, dalam sebuah kesempatan, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengakui bahwa memang setelah perusahaan dibekukan, dana member tidak bisa di-withdraw.
Anggota DPR Komisi VI perlu mencari tahu apakah sebenarnya ada pelarangan withdrawal oleh regulator atau tidak? Jika ada, apa alasan yang mendasarinya? Karena yang ditahan tersebut adalah dana masyarakat dan bukan milik perusahaan robot trading.
Dalam rapat tersebut Bappebti juga menyebutkan bahwa penggunaan exchanger dilarang.
Soal tidak diizinkannya penggunaan exchanger ini pula yang kerap dijadikan alasan perusahaan atas tersendatnya proses withdrawal.
Bappebti perlu memberi keleluasaan, misalnya dengan mengizinkan penggunaan exchanger dalam kurun waktu tertentu (khusus untuk pengembalian modal member).
Pemberian kelonggaran tersebut, sekaligus untuk menguji apakah perusahaan robot trading menerapkan skema ponzi atau tidak.
Kalau sudah diberi kelonggaran namun dana masih tidak bisa ditarik atau tersendat, maka akan terbukti bahwa perusahaan tersebut menerapkan skema ponzi.
Jika tanpa diikuti upaya penyelamatan dana member, penyegelan yang dilakukan Bappebti (jajaran Kemendang) hanya menjadi aksi tanpa solusi untuk melindungi masyarakat.
Penyegelan justru berpotensi dimanfaatkan oleh perusahaan robot trading yang terdesak (karena tidak bisa mengembalikan semua dana member) untuk melakukan ‘exit plan’ (yang diawali dengan menghentikan withdrawal sampai akhirnya merekayasa margin call).
Seperti yang dilakukan oleh salah satu perusahaan robot trading, yang dalam keadaan disegel bisa beroperasi kembali selama beberapa hari, sebelum akhirnya pada 7 Maret 2022 lalu merugikan masyarakat sebesar Rp5 triliun.
Lalu apa gunanya penyegelan jika pada akhirnya masyarakat tetap menjadi korban? Siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan adanya penyegelan?
Dengan lolosnya SIUPL perusahaan robot trading skema ponzi, sesungguhnya jajaran Kemendag punya andil atas situasi yang terjadi pada saat ini.
Sehingga mestinya sejak awal penyegelan, Kemendag tidak lepas tangan begitu saja dan terus mendesak perusahaan robot trading agar mengembalikan dana masyarakat. Semoga belum terlambat jika Kemendang ingin melakukan hal itu sekarang. [Ss]
Artikel Opini sudah dimuat di Sindonews: nasional.sindonews.com/read/731515/18/hal-hal-yang-belum-terungkap-dalam-rapat-komisi-vi-dpr-ri-dengan-bapebbti-1648893847?showpage=all