Merek global lain yang sangat bergantung pada minyak sawit termasuk L'Oréal, Ferrero, Danone, dan Unilever.
Jika larangan berlangsung alot, bisa jadi biaya produksi mereka naik harga.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Di sisi lain, perang Rusia dan Ukraina ikut mengganggu pasokan minyak nabati dunia, sehingga sumber yang ada kian terbatas.
Keadaan ini membuat Malaysia lah yang paling diuntungkan sebagai pemain utama selain Indonesia.
Mengutip data dari Malaysian Palm Oil Board, harga ekspor minyak sawit melonjak 48,3 persen pada Maret jika dibandingkan Februari lalu.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
"Namun, negara tersebut tampaknya tidak akan mampu mengatasi kejutan pasokan karena mengalami kekurangan tenaga kerja," katanya.
ASEAN Briefing menyebut pertumbuhan produksi Malaysia merosot ke level terendah 5 tahun tahun terakhir karena perusahaan minyak sawit kesulitan untuk menemukan pekerja asing, pekerjaan yang ogah dilakukan oleh rakyat Malaysia sendiri. Sekitar 80 persen pekerja perkebunan di Malaysia adalah orang asing dan mayoritas berasal dari Indonesia.
Lonjakan harga dadakan diproyeksikan masih akan menghantui industri minyak sawit Indonesia, kecuali jika reformasi nyata dilakukan pemerintah.