WahanaNews-Kaltim| Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengungkapkan setiap minggu selalu ada laporan kebocoran beberapa institusi pemerintah, mulai dari Pertamina, Kemenkes, hingga Bank Indonesia (BI). Namun, proses dan penuntasan kasus peretasan di Indonesia bak lenyap ditelan bumi.
Kasus dugaan peretasan terhadap situs web BI, misalnya, sampai 26 Januari 2022 dikabarkan sudah ada 368 komputer internal milik BI yang diklaim disusupi oleh grup ransomware conti beserta 130 gigabita data yang diunggah.
Baca Juga:
Polisi Ungkap 300.000 Data Dibeli Sindikat Kejahatan Siber dari Dark Web
Terkait dengan kebocoran data ini, Polri telah menindaklanjutinya sekaligus berkomunikasi dengan pihak BI. Hal ini dikatakan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo kepada Antara di Jakarta.
Belum lagi, lanjut Pratama, kebocoran Pertamina. Pada situs recruitment.pertamina-ptc.com masih tidak bisa diakses sampai saat ini, terutama sejak kabar adanya kebocoran data.
Ada berbagai kemungkinan mengapa situs Pertamina Training and Consulting ini belum bisa diakses, misalnya belum dilakukan audit assessment terhadap sistem di lembaga pemerintah.
Baca Juga:
Pakar Keamanan Siber Ingatkan Pemerintah Soal Batas Waktu Pembentukan Komisi PDP
Bisa juga mungkin belum yakin sudah berhasil mensterilkan sistemnya dari malware yang digunakan hacker (peretas). Ada kemungkinan belum yakin bisa memperkuat pertahanannya pascaserangan sehingga merasa lebih aman kalau di-takedown.
Seharusnya lembaga organisasi sebesar Pertamina tidak lama dalam menghadapi hal semacam ini. Apalagi, biasanya website ini melibatkan pihak ketiga dan menggunakan service level agreement (SLA).
Artinya, dengan ada SLA, ada standardisasi maupun tanggung jawab terkait dengan servis website beserta hal lainnya seperti pengamanan sistemnya.