Duta Besar UEA untuk Amerika Serikat pada pekan lalu mengatakan negaranya mendukung produksi minyak lebih banyak.
Kendati begitu, beberapa pejabat setempat mengatakan pihaknya berkomitmen pada perjanjian OPEC+.
Baca Juga:
Sri Mulyani Bicara Terkait Performa Baik APBN Ditengah Dinamika Global
Menurut IEA, baik UEA maupun Arab Saudi sejauh ini tidak menunjukkan kesediaan untuk memanfaatkan cadangan mereka.
"Ketidakmampuan jangka panjang blok tersebut untuk memenuhi kuota yang disepakati, sebagian besar karena masalah teknis dan kendala kapasitas lainnya, telah menyebabkan penarikan tajam dalam persediaan global," kata IEA.
Jika produsen utama tidak mengubah arah dan membuka keran lebih luas, pasar global akan kekurangan pasokan pada kuartal kedua dan ketiga 2022.
Baca Juga:
RI-Malaysia Sepakat Dorong ASEAN-GCC sebagai Kekuatan Ekonomi Baru
Pasar energi global menjadi tidak stabil pasca Rusia menginvasi Ukraina. Lebih dari satu pekan lalu, minyak mentah Brent melonjak drastis di atas US$139 per barel.
Analis memperingatkan harga minyak dunia bisa menyentuh US$185 hingga US$200 per barel karena perusahaan minyak menghindari pasokan dari Rusia. Lonjakan harga ini juga mendorong inflasi lebih tinggi dan menambah tekanan besar pada ekonomi global.
Namun, lonjakan harga Brent perlahan mulai mereda dan turun 30 persen dari puncaknya. Laporan terakhir minyak mentah berada di bawah US$100 per barel pada Selasa pekan ini.