“Di China, rencana untuk pembangunan PLTU baru bara baru tetap diumumkan, idealnya, ambisi pemerintah China untuk meningkatkan produksi energi bersih pada 2025 berarti harus dilakukan bersamaan dengan penurunan pengoperasian PLTU batu bara walau kapasitas meningkat. Jika rencana PLTU batu bara baru tidak dikontrol, maka overcapacity dapat menghambat dan mempersulit transisi energi di China.” lanjut Lauri.
Sementara itu, pihak E3G Leo Roberts memaparkan, dampak dari invasi Rusia ke Ukraina pada pasar energi global telah memperjelas situasi yang kita sudah ketahui membangun PLTU batu bara baru adalah kesalahan yang mahal.
Baca Juga:
Soal Eks Bupati Batubara Urus SKCK Meski Sudah DPO, Polres Buka Suara
“Analisa menunjukkan bahwa banyak negara di dunia yang telah menyadari hal ini dan telah berpaling dari proyek PLTU batu bara baru, namun masih banyak yang belum mengikuti. Negara - negara ini masih mempertimbangkan proyek PLTU baru pada tahun 2022 dan secara terbuka menerima harga tinggi untuk konsumen, risiko aset terdampar, dan kerentanan energi untuk memperkuat ekonominya," terangnya.
Laporan ini juga menggarisbawahi bahwa jumlah listrik yang dihasilkan dari batu bara meningkat hingga 9% pada 2021, sebuah rekor baru, meningkat 4% dari penurunan pada 2020 karena pandemi Covid-19. [Ss]