WahanaNews-Kaltim | Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, membeberkan alasan pemerintah menolak permintaan untuk menaikkan upah sebesar 10 persen di tahun 2022 dari asosiasi buruh.
Ida mengatakan keputusan itu diambil karena pemerintah harus menggunakan formula pengupahan yang telah tertuang di Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Buka Suara, Soal Tudingan AS Ada Kerja Paksa di Industri Nikel RI
Selain itu, pemerintah juga harus merujuk pada aturan turunannya berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Terkait dengan aspirasi para pekerja atau buruh yang menginginkan adanya kenaikan upah yang lebih tinggi, saya perlu sampaikan bahwa kebijakan pengupahan di 2021 ini kita sudah mengacu dengan PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan," ungkap Ida saat rapat bersama Komisi IX DPR, Senin (15/11/2021).
Lebih lanjut, ia mengklaim formula upah di PP ini sudah sesuai dengan kondisi saat ini.
Baca Juga:
DPR Minta Menaker Siapkan Aturan THR bagi Pengemudi Ojol
Selain itu, formula upah di PP juga bertujuan untuk meminimalisir kesenjangan upah di antar wilayah dan untuk mengentaskan kemiskinan.
"Yang sebenarnya ini adalah salah satu kebijakan yang justru berimbang untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah yang upah minimumnya tinggi dan ada upah minimum wilayah yang rendah," jelasnya.
Ida juga mengklaim bahwa formula upah di PP justru bisa memacu upah minimum di wilayah-wilayah yang saat ini upahnya relatif rendah.
Dengan begitu, upah di wilayah tersebut tidak terus berada di batas bawah rata-rata upah nasional.
"Kemudian juga kita terus harus mengendalikan atau menahan laju pertumbuhan upah minimum di wilayah-wilayah yang capaian upah minimumnya relatif tinggi dibandingkan rata-rata konsumsi wilayah tersebut," terangnya.
Maka dari itu, pemerintah turut membuat batas atas dan batas bawah upah di wilayah yang bersangkutan. Tapi, formula batas atas dan bawah ini tidak sama dengan aturan yang lama.
"Batas atas dan batas bawah kita perkenalkan sekali lagi untuk mengurangi kesenjangan upah minimum wilayah sehingga terwujudnya keadilan antar wilayah. Jadi nanti kalau yang atas sudah tinggi naik terus sama antara yang bawah ini naik tapi tidak bisa mengejar, tidak akan pernah ketemu pada titik yang ideal," tuturnya.
Kemnaker memberi sinyal, upah minimum pada 2022 nanti kemungkinan besar hanya akan naik rata-rata 1,09 persen. Kenaikan itu, jauh dari harapan buruh yang menuntut kenaikan sampai dengan 10 persen. [As]