Adi Kusrianto mengatakan dalam buku Motif Batik Klasik Legendaris dan Turunannya, motif Kawung mengandung filosofi perwujudan dari konsep Mandala.
Konsep tersebut lahir dari agama Buddha dan dianut oleh orang Tibet sejak abad ke-5 SM. Kemudian mulai berkembang di berbagai bangsa, seperti India, Yunani, hingga ke Jawa.
Baca Juga:
Perajin Batik Kediri Harap Pemerintah Fasilitasi Penjualan dan Tenaga Kerja
Dalam ajaran Kejawen, konsep Mandala disebut sedulur papat limo pancer. Disebutkan dalam salah satu artikel penelitian tentang Simbolisme Motif Batik Kawung yang terbit dalam Jurnal Ilmiah Seni Budaya, sedulur papat limo pancer merupakan simbol tentang keempat penjuru arah mata angin atau kiblat.
Arah barat menjadi simbol ketidakberuntungan, arah timur memiliki makna sumber untuk segala kehidupan, arah utara memiliki makna arah kematian, dan arah selatan memiliki makna puncak dari segala-galanya.
Adapun titik di tengah motif tersebut merupakan simbol dari pusat kehidupan manusia di dunia.
Baca Juga:
Luncurkan Buku Batik Pakualaman, GKBRAA Paku Alam: Budaya Itu Artinya Menjaga Hati
Sementara itu, dalam ajaran Islam, Sunan Kalijaga mengatakan konsep tersebut merupakan lambang bahwa kelahiran manusia dibekali empat pengawal, dua di sebelah kiri oleh jin yang tugasnya menggoda dan menyesatkan, dan di kanan ada malaikat yang menganjurkan kebaikan.
Variasi Motif Kawung
Motif Kawung semakin berkembang dan memiliki turunan-turunan motifnya. Beberapa di antaranya Kawung Picis, Kawung Bribil, Kawung Sen, Kawung Beton, Kawung Cacah Gori, Kawung Geger, Kawung Kopi Pecah, Kawung Sari, Kawung Sekar Ageng, Kawung Semar, Kawung Buntal, Kawung Kembang, dan Kawung Variasi.