"Kalau untuk bikin tambaknya sekitar Rp 30-35 juta dengan ongkos kayu. Biasanya buat beli jaring, kayu, sama ongkos bikin dengan tukang," jelasnya.
Agar ikan napoleon yang ada di keramba bisa berkembang optimal, Arpianto biasanya memberikan makan berupa ikan kecil. Setidaknya dalam sehari dibutuhkan sekitar 1 kilogram ikan untuk 3 kali makan. Untuk mendapatkan ikan-ikan kecil tersebut, dia harus melaut menggunakan bagan yang dibelinya dengan modal Rp 100 juta.
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
Kendati uang yang dikeluarkan tidak sedikit, namun Arpianto menyebut kegiatan budidaya ikan napoleon cukup menjanjikan. Hal ini lantaran harga jual napoleon yang tinggi di pasaran.
"Harga jual juga lebih tinggi, sekitar 90 dollar per kilogram. Jadi hampir Rp 1 juta," tuturnya.
Beruntung, Arpianto mendapatkan pinjaman modal usaha sebesar Rp 50 juta ke BRI. "Kita di BRI pinjam. Saya (pinjam) sudah 5-6 tahun (lalu), lupa persisnya. (Jumlahnya) Rp 50 juta awal mulanya. Itu (buat) kita bikin bagan buat cari ikan," tuturnya.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
Di sisi lain, Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris mengungkapkan warga Anambas memang mengandalkan potensi laut sebagai mata pencaharian. Mengingat lokasinya yang berada di perbatasan, dan terletak di Laut China Selatan. Kebanyakan warga berprofesi sebagai nelayan, baik nelayan pancing ulur maupun nelayan budidaya seperti yang dilakoni Arpianto.
"Nelayan keramba mereka pembesaran bibit ikan yang ada. Kalau pembesaran seperti ikan napoleon, kerapu, itu (untuk) diekspor ke luar negeri, seperti di Hong Kong, Thailand, dan sebagainya," jelas Abdul. [JP]