MetroNusantaraNews.co | Berkunjung ke Kabupaten Kepulauan Anambas, tak lengkap rasanya bila tak mampir ke lokasi pembudidayaan ikan napoleon. Salah satu spot budidaya ikan napoleon terbesar di sana berada di Desa Air Sena.
Namun di samping itu, terdapat beberapa desa lain yang menjadi pusat budidaya ikan karang dengan tubuh berwarna terang tersebut, Desa Batu Belah, misalnya. Desa yang terletak di kecamatan Siantan ini merupakan salah satu Kampung Bahari Nusantara (KBN) yang dibina oleh Lanal Tarempa.
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
Dilansir dari detikcom untuk menuju ke Desa Batu Belah dibutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam perjalanan dengan menggunakan kapal dari ibu kota kabupaten, yakni Tarempa.
Meski tidak sebanyak Desa Air Sena, namun Anda bisa menjumpai sejumlah warga yang menjadi nelayan pembudidaya ikan napoleon. Di Desa Batu Belah, kolam budidaya napoleon berjejer di tepi laut. Kolam-kolam tersebut terbuat dari jaring ikan dua lapis, dan air yang digunakan adalah air dari laut.
Salah seorang nelayan budidaya napoleon Desa Batu Belah, Arpianto (40) mengatakan keramba jaring biasanya berukuran 3x4 meter dengan kedalaman sekitar 2 meter. Namun ukuran tersebut bisa beragam, sehingga jumlah ikan di dalamnya juga akan menyesuaikan luas keramba jaring.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
"Luas keramba nggak sama. Ada yang ukurannya 4-6 meter, itu bisa diisi 500 ekor (per lubang). Kalau yang ukuran 3-5 meter, kebanyakan (isinya) 300 ikan," katanya kepada detikcom.
Arpianto memiliki sekitar 30 keramba. Di dalamnya berisi 1.500 ikan napoleon. Namun selain ikan napoleon, dia juga membudidayakan ikan kerapu.
Diakuinya, untuk membuat keramba jaring untuk ikan napoleon membutuhkan modal yang tidak sedikit. Bahkan, bisa mencapai Rp 1 miliar lebih. Adapun biaya tersebut mencakup ongkos pembuatan tambak atau keramba serta untuk membeli bibit-bibit ikan.
"Kalau untuk bikin tambaknya sekitar Rp 30-35 juta dengan ongkos kayu. Biasanya buat beli jaring, kayu, sama ongkos bikin dengan tukang," jelasnya.
Agar ikan napoleon yang ada di keramba bisa berkembang optimal, Arpianto biasanya memberikan makan berupa ikan kecil. Setidaknya dalam sehari dibutuhkan sekitar 1 kilogram ikan untuk 3 kali makan. Untuk mendapatkan ikan-ikan kecil tersebut, dia harus melaut menggunakan bagan yang dibelinya dengan modal Rp 100 juta.
Kendati uang yang dikeluarkan tidak sedikit, namun Arpianto menyebut kegiatan budidaya ikan napoleon cukup menjanjikan. Hal ini lantaran harga jual napoleon yang tinggi di pasaran.
"Harga jual juga lebih tinggi, sekitar 90 dollar per kilogram. Jadi hampir Rp 1 juta," tuturnya.
Beruntung, Arpianto mendapatkan pinjaman modal usaha sebesar Rp 50 juta ke BRI. "Kita di BRI pinjam. Saya (pinjam) sudah 5-6 tahun (lalu), lupa persisnya. (Jumlahnya) Rp 50 juta awal mulanya. Itu (buat) kita bikin bagan buat cari ikan," tuturnya.
Di sisi lain, Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris mengungkapkan warga Anambas memang mengandalkan potensi laut sebagai mata pencaharian. Mengingat lokasinya yang berada di perbatasan, dan terletak di Laut China Selatan. Kebanyakan warga berprofesi sebagai nelayan, baik nelayan pancing ulur maupun nelayan budidaya seperti yang dilakoni Arpianto.
"Nelayan keramba mereka pembesaran bibit ikan yang ada. Kalau pembesaran seperti ikan napoleon, kerapu, itu (untuk) diekspor ke luar negeri, seperti di Hong Kong, Thailand, dan sebagainya," jelas Abdul. [JP]