"Menghadapi kondisi yang dinamis dengan ketidakpastian harga dan pasokan pangan dunia, dibutuhkan kemauan yang kuat dengan tidak hanya mengandalkan anggaran. Dalam hal ini perlu diterapkan mindsetting agenda dan agenda intelektual," tutur Mentan.
Sebanyak 53 petani milenial yang dilepas untuk magang ke Jepang berasal dari 19 provinsi.
Baca Juga:
Terkait Penyidikan Korupsi Perangkat X-Ray, KPK Periksa PPK Barantan
Perekrutan berlangsung pada 2020 sebanyak 31 orang dan perekrutan tahun 2022 sebanyak 22 orang. Sedangkan tahun 2021 tidak dilakukan karena masa pandemi Covid-19.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, menambahkan bahwa pertanian yang maju, mandiri, dan modern memerlukan adanya SDM yang unggul dan kompeten.
"Kementan melakukan banyak cara supaya peningkatan SDM pertanian berjalan secara masif dan sistematis. Peluang pelatihan atau magang di negara-negara maju dalam bidang pertanian seperti Jepang, Taiwan, Australia, dan Korea harus dimanfaatkan dengan maksimal," ujar Dedi.
Baca Juga:
Kasasi Ditolak, SYL Tetap Dipenjara 12 Tahun dalam Kasus Korupsi Kementan
Pembelajaran secara langsung di bawah supervisi petani maju Jepang diharapkan bisa menjadi alat transfer teknologi, pengetahuan, etos kerja, dan kreativitas dalam mengembangkan usaha pertanian.
"Rakyat Jepang yang berjumlah besar dan mengutamakan mutu dan kualitas bisa menjadi pintu kerja sama ekonomi pertanian berupa pemasaran produk yang bernilai tinggi dan menguntungkan," kata Dedi.
"Mereka yang pulang harus menjadi pionir, role model petani, dan agripreneur yang sukses. Untuk itu, para peserta wajib belajar tidak hanya secara teknis, tetapi juga mental untuk menjadi pengusaha yang tangguh."