“Teknologi nuklir yang sarat risiko, membutuhkan SDM yang benar-benar mumpuni dan menguasai teknologi tersebut,” ujar Mamit,
Faktor keempat yang menurut Mamit tidak kalah penting, adalah soal penanggulangan limbah nuklir.
Baca Juga:
China Ancam AS, Minta Segera Kurangi Senjata Nuklir
Menurutnya, harus dipastikan bahwa limbah nuklir benar-benar tersimpan dengan aman dan kuat. Kemudian kelima, fakktor geografis.
“Pembangunan PLTN mesti dilakukan di daerah yang bebas dari gempa maupun gangguan alam yang berpotensi merusak PLN. Terakhir, soal sosialisasi dan penerimaan masyarakat,” katanya.
Ditambahkannya, pemerintah juga harus pastikan bahwa daerah yang akan dibangun PLTN merupakan daerah yang bebas dari gempa dan gangguan alam yang bisa merusak PLTN.
Baca Juga:
Pertemuan Epik Prabowo-Putin: Langkah Besar Menuju Era Baru Nuklir
Selanjutnya, faktor sosialisasi dan penerimaan masyarakat. Karenanya, menurut Mamit, Indonesia masih perlu belajar dari negara-negara yang sudah menggunakan teknologi nulir, seperti Jepang, Rusia, atau AS.
“Saya rasa kita masih butuh waktu panjang, terutama sosialisai sehingga bisa diterima masyarakat,” ujar Mamit.
Namun jika hendak menuju pencapaian net zero emission (NZE), lanjut Mamit, Indonesia harusnya baru bisa memulai setidaknya lima tahun lagi.