WahanaNews-Borneo | Industri pengolahan nonmigas melaporkan pertumbuhan sebesar 3,67 persen sepanjang 2021 atau lebih tinggi dibanding 2020 yang mengalami kontraksi 2,52 persen karena terdampak pandemi Covid-19.
Pemulihan sektor manufaktur itu disebut berkat berbagai kebijakan strategis yang telah dikeluarkan pemerintah guna mendongkrak produktivitas sekaligus menciptakan iklim usaha kondusif.
Baca Juga:
Rapat Baleg DPR Seluruhnya Dibatalkan Secara Tiba-tiba
"Perjalanan pembangunan sektor industri manufaktur di tahun 2021 masih diwarnai dengan gejolak dan tantangan akibat pandemi COVID-19. Namun, Alhamdulillah, kita mampu melewati dan bisa mengendalikannya," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa industri tumbuh luar biasa mencapai dua digit, di antaranya industri alat angkutan yang tumbuh sebesar 17,82 persen, diikuti industri industri logam dasar (11,50 persen), serta industri mesin dan perlengkapan (11,43 persen).
Selain itu, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional melanjutkan tren positifnya dengan tumbuh 9,61 persen.
Baca Juga:
Positif Covid-19 tapi Tanpa Gejala? Ini Solusinya
Menperin menegaskan kinerja sektor industri di 2021 merupakan dampak dari upaya Kemenperin turut andil mengusulkan berbagai insentif fiskal dan nonfiskal guna membangkitkan gairah pelaku industri di tengah pandemi.
Selain itu, penyederhanaan peraturan di semua sektor terus dipacu, yang bertujuan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Sejalan dengan upaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional, diperlukan kebijakan untuk memberikan kepastian berusaha, kepastian hukum, dan penciptaan iklim usaha yang memberi rasa aman dan kondusif untuk melakukan kegiatan usaha, khususnya di sektor industri," papar Agus.
Adapun kebijakan strategis yang diinisiasi oleh Kemenperin di masa pandemi, antara lain mengeluarkan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), kebijakan substitusi impor 35 persen hingga 2022, serta pengoptimalan program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
"Di sektor otomotif, program insentif PPnBM DTP juga terbukti mampu menopang pertumbuhan dan peningkatan produksi kendaraan," ungkap Agus.
Selain itu, Kemenperin fokus terhadap pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) serta pelaksanaan hilirisasi industri karena memiliki dampak yang luas bagi perekonomian.
Selanjutnya, Menperin juga berupaya memberikan jaminan ketersediaan bahan baku industri. Hal ini sangat penting dalam mendukung keberlangsungan produktivitas sektor industri, terutama di masa pandemi.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang memastikan industri bisa memperoleh bahan baku melalui neraca komoditas.
"Strategi pemenuhan bahan baku bagi industri juga harus menjadi perhatian di masa lonjakan kasus COVID-19 yang sedang terjadi sekarang, agar industri tetap berproduksi memenuhi permintaan ekspor dan dalam negeri," ujar Menperin.
Menurut laporan BPS, industri pengolahan masih menjadi sumber pertumbuhan tertinggi bagi ekonomi pada tahun lalu.
Salah satu penopang utama adalah produksi mobil yang tumbuh hingga 62,56 persen, kemudian produksi motor tumbuh sebesar 34,41 persen, dan produksi semen tumbuh 7,04 persen.
Agus menambahkan, sektor industri manufaktur masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional. Hal ini salah satunya tercermin dari perannya dalam memberikan kontribusi paling besar pada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional.
"Kami sangat mengapresiasi pelaku industri manufaktur yang konsisten menjadi kontributor terbesar di antara sektor ekonomi lainnya," ungkap Agus. Pada triwulan IV 2021, sumbangsih sektor industri terhadap PDB nasional mencapai 18,80 persen dan tumbuh 4,92 persen (y-o-y).
Kinerja gemilang lainnya juga ditunjukkan sektor industri manufaktur, yang terus memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian nilai ekspor nasional.
Nilai ekspor industri manufaktur pada 2021 sebesar 177,10 miliar dolar AS atau menyumbang hingga 76,49 persen dari total ekspor nasional.
Capaian tersebut melampaui nilai ekspor manufaktur sepanjang pada 2020 sebesar Rp131 miliar dan bahkan lebih tinggi dari capaian ekspor pada 2019 yang berada di angka Rp127,38 miliar.
Sementara itu, realisasi investasi di sektor manufaktur pada 2021 tercatat sebesar Rp 325,4 triliun atau naik 19,24 persen dari nilai investasi pada 2020.
Pada aspek ketenagakerjaan, sektor industri manufaktur menunjukkan pemulihan dari segi penyerapan tenaga kerja.
"Seiring dengan bangkitnya sektor industri pengolahan dari dampak pandemi, ada tambahan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang di tahun 2021 sehingga jumlah total tenaga kerja di sektor ini kembali meningkat ke angka 18,64 juta orang," ujar Agus. [Ss]