WahanaNews-Borneo | Dana PSR yang dulu diberikan Rp25 juta/Ha ketika KUD Karya Mukti, Musi Banyuasin, melakukan peremajaan kelapa sawit, sangat berdampak positif, terutama petani diringankan beban bunga ketika masa pembangunan kebun antara 3-5 tahun.
Bambang Gianto, Ketua KUD Karya Mukti, Musi Banyuasin menyatakan hal ini pada webinar seri 2 Dampak Positif Program PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit “Dampak Pendanaan BPDPKS untuk Petani Sawit” yang diselenggarakan oleh Media Perkebunan dan BPDPKS.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Dengan dana hibah BPDPKS maka petani dan koperasi ketika berhubungan dengan perbankan untuk dana lanjutan bisa terbantu. Ketika petani butuh pinjaman untuk pemeliharaan, kebun sudah terbentuk sehingga bank yakin memberi pinjaman.
Dengan dana BPDPKS, bila untuk dana lanjutan petani mendapatkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga 6% maka ketika dana hibah masih Rp25 juta/Ha, keringanan biaya bunga mencapai Rp4,5 juta/Ha. Sekarang naik jadi Rp30 juta/Ha maka keringanan biaya bunga jadi Rp6 juta/Ha bila pembangun kebun 4 tahun.
Kalau pembangunan kebun terlambat sampai 5 tahun maka keringanan biaya bunga Rp7,5 juta/Ha. Biaya membangun kebun saat ini mencapai Rp 50-65 juta sampai P3 (tanaman menghasilkan).
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
KUD Mukti Jaya yang melakukan replanting tahap 1-2 dengan total luas 3.200 Ha dan sekarang sudah berproduksi 2.448 Ha, keringanan biaya bunga pembangunan kebun mencapai Rp 11 miliar lebih. Apalagi kalau seluruh Indonesia maka keringanan biaya bagi petani sangat besar sekali, sangat bermanfaat dan signifikan.
Total dana PSR tahap 1-2 yang didapat KUD Karya Mukti mencapai Rp61 miliar. Saat ini sudah 4,5 tahun dan hasil penjualan TBS dari kebun yang direplanting mencapai RP57 miliar.
“Apalagi kalau pekebun punya dana pendamping sendiri maka manfaatnya akan besar sekali karena tidak menanggung bunga bank. Dari 6 desa anggota KUD Karya Mukti hanya 1 desa yang terpaksa meminjam dana perbankan untuk lanjutan, sedang 5 desa lainnya punya dana sendiri,” kata Bambang.