WahanaNews-Kaltim | Kisruh antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) kian panjang.
Hal itu buntut beda pandangan kedua pihak soal perdagangan berbagai komoditas utama.
Baca Juga:
Hadiri Pertemuan Informal Tingkat Menteri WTO, Wamendag: Momentum Akselerasi Kerja Sama Antar Negara
Konflik keduanya dimulai soal tuduhan dumping produk biodiesel asal Indonesia.
Tak terima dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) 8,8 - 23,3 persen, Pemerintah Indonesia pun menggugat ke World Trade Organization (WTO).
Setelah melewati persidangan panjang, akhirnya pada 2018 WTO memenangkan gugatan Indonesia.
Baca Juga:
Soal Nikel Indonesia Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kalah Lagi!
Dengan kata lain, UE harus menghapus pengenaan BMAD mulai 16 Maret 2018.
Tak selesai di sana, RI-UE lagi-lagi berselisih dan kali ini soal produk minyak sawit mentah (CPO).
Pada Desember 2019 lalu Indonesia menggugat UE ke WTO karena pelarangan sawit Indonesia masuk ke UE lewat kebijakan Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II).
Sebagai produsen dan eksportir CPO terbesar dunia, Pemerintah Indonesia merasa didiskriminasi.
Menurut Presiden Joko Widodo alias Jokowi, UE melakukan kampanye hitam dengan mengangkat isu lingkungan untuk memojokkan industri sawit.
Padahal, kata dia, masalahnya ada di harga sawit yang mengalahkan minyak biji bunga matahari produksi Uni Eropa.
Tak hanya UE yang melakukan boikot, Indonesia juga mengancam boikot produk-produk dari benua biru.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan akan mempertimbangkan beberapa kebijakan.
"Kami tidak mau didikte. Kami harus tegas," ujarnya pada Maret 2019 lalu.
Belum selesai kisruh soal sawit di WTO, kini Indonesia dan UE lagi-lagi berselisih pandang.
Yang teranyar soal larangan ekspor bijih nikel mentah yang sudah mulai efektif berlaku sejak 2020 lalu.
Menanggapi gugatan tersebut, Jokowi menyuruh anak buahnya mengirimkan pengacara terbaik Indonesia yang berkelas internasional ke WTO.
"Meskipun kita digugat di WTO, tidak apa. Nikel, nikel kita, barang, barang kita, kita jadikan pabrik di sini, barang di sini, itu hak kita. Kita hadapi kalau ada yang menggugat, jangan digugat kita mundur lagi," ungkap Jokowi di acara Pengarahan Presiden kepada Peserta PPSA XXIII Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Negara, Rabu (13/10/2021).
Kembali menekankan bakal melawan UE, Jokowi pada Kamis (18/11/2021) kemarin lagi-lagi menyampaikan bahwa Indonesia tak akan mundur dan bakal melawan dengan cara apapun.
Bahkan, Jokowi berencana bakal ikut menyetop ekspor bauksit dan tembaga mentah pada 2022 dan 2023 saat industri hilir RI siap.
Kepala Negara menyampaikan, kebijakan dibuat agar Indonesia bisa menikmati nilai tambah dari pengolahan nikel, sekaligus membuka lapangan pekerjaan di Tanah Air.
"Jangan tarik-tarik kami ke WTO karena kami setop kirim raw material. Nggak, nggak. Dengan cara apapun akan kami lawan," tutupnya. [As]