MetroNusantaraNews.co | Kopi kini menjadi salah satu identitas daerah, terutama daerah di Indonesia yang budaya ngopinya masih tinggi. Salah satunya budaya ngopi di Gorontalo.
Menurut Ibu Amanda Katili, budaya ngopi di Gorontalo itu masih kental, dari dulu hingga sekarang. Ibu Amanda yang merupakan Ketua Omar Niode Foundation, yang bergerak dalam bidang pengembangan kuliner, pangan dan budaya di Indonesia, menjelaskan lebih lanjut tentang sejarah kopi di Gorontalo.
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
"Kalau di Gorontalo, warung kopi tradisional itu ada di mana-mana. Warung kopi ini bukan hanya tempat minum kopi saja, tapi sudah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari warga Gorontalo," ungkapnya kepada detikcom.
Jadi kebanyakan warga Gorontalo akan membangun koneksi hingga bertemu orang banyak di warung kopi. Bahkan pemerintah daerah Gorontalo biasanya akan melakukan survei ke berbagai warung kopi sebelum meluncurkan sebuah kebijakan atau peraturan baru di daerah tersebut.
Salah satu kopi yang paling digemari adalah kopi robusta, Kopi Pinogu. Di Gorontalo awalnya biji kopi pertama kali dibawa oleh para pedagang yang berasal dari Belanda, tepat pada tahun 1677.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
"Di Gorontalo kebanyakan kopi itu jenisnya robusta, seperti kopi Pinogu. Para petani kopi ini harus menempuh perjalanan selama 10 jam melewati rawa hingga sungai untuk memanen kopi ini. Karena kebun kopi biasanya ada di dalam hutan," ungkap Ibu Amanda.
Sementara dari sisi sejarahnya, kopi liberika Pinogu yang berasal dari Kabupaten Bone Bolango ini sempat menjadi minuman kopi favorit Ratu Wilhelmina di Belanda pada era 1879.
Ratusan tahun berselang, tepatnya pada tahun 1970, kopi Pinogu semakin berkembang dan digemari banyak orang. Saat itu ada proyek PRPTE Direktorat Jenderal Perkebunan yang mengirimkan ribuan bibit kopi robusta kepada masyarakat di Pinogu.