WahanaNews-Borneo | Investasi asing yang masuk ke Indonesia dinilai akan dipengaruhi sejumlah faktor, dengan yang paling dominan adalah situasi ekonomi Amerika Serikat (AS), China, dan sejumlah negara berkembang.
Hal itu diungkapkan Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman.
Baca Juga:
Begini Cara China Selamatkan Sektor Properti dari Himpitan Banyak Utang
Menurut dia, ketidakpastian di Amerika, seperti menyangkut suku bunga Bank Sentral AS atau tingkat inflasi, menjadi faktor penentu bagi investor.
Jika peningkatan suku bunga cepat, maka investasi ke negara berkembang seperti Indonesia menjadi kurang menarik.
“Dari sisi inflasi, salah satu faktor penting yang akan menentukan kapan puncak inflasi AS adalah tren harga komoditas energi dunia,” katanya, dalam bincang bersama media, dikutip pada Minggu (13/2/2022).
Baca Juga:
China Klaim Sebagai Negara Teraman di Dunia
"Di kuartal kedua tahun ini, tekanan terhadap harga minyak mentah dunia mungkin akan mulai mereda seiring adanya suplai tambahan dari beberapa negara penghasil minyak," tambahnya.
Dengan asumsi tersebut, Helmi menuturkan, ketegangan politik dunia mulai menurun.
Selain itu, apabila harga komoditas energi dunia mulai turun, ekspektasi penguatan dollar semestinya akan mulai mereda, dan mungkin investor global akan kembali mulai melirik untuk memasukkan dana ke negara-negara berkembang.
Faktor lain yang akan mempengaruhi pergerakan arus dana asing ke negara-negara berkembang adalah pertumbuhan ekonomi di China.
Helmi berharap, pergerakan ekonomi di sana akan mencapai titik terendahnya dan mulai stabil.
“Sektor properti di China sedang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini terjadi setelah bertahun-tahun tumbuh dengan pesat dan mengakibatkan gelembung harga properti,” jelasnya.
Helmi menyatakan, sektor properti China berdampak signifikan terhadap sektor-sektor lain, sehingga pelemahannya ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi China pada 2021 sekitar 8 persen.
Meski begitu, ia memperkirakan di tahun ini ekonomi China akan tumbuh lebih rendah, yakni di bawah angka 5 persen. [Ss]