WahanaNews-Borneo | Pemerintah segera memfungsikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) jadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mulai 2023.
Artinya, selain menjadi identitas kependudukan, NIK juga akan menjadi identitas wajib pajak (WP) dalam sistem perpajakan.
Baca Juga:
6 Juta Data NPWP Diduga Bocor, Termasuk Milik Jokowi dan Gibran di Daftar Utama!
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan, penyatuan data NIK dengan NPWP bertujuan menciptakan integrasi satu data nasional.
"Tujuan yang diharapkan adalah terbentuknya data identitas tunggal secara nasional yang dapat mempermudah dan mempercepat layanan publik kepada masyarakat," kata Nufransa, beberapa waktu lalu.
Lantas, jika sudah memiliki KTP, apakah wajib membayar pajak?
Baca Juga:
DJP Luncurkan Layanan Perpajakan Berbasis NIK
Tidak semua wajib bayar pajak
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan, NIK sebagai NPWP tidak berarti seluruh warga akan dikenakan pajak.
Menurutnya, pengenaan pajak hanya berlaku bagi pihak yang sudah bekerja maupun menjalankan aktivitas bisnis dengan penghasilan tertentu.
"Orang bayar pajak kalau memang memiliki penghasilan. Pengusaha bayar pajak itu bila hasilnya lebih besar dari biayanya. Kalau lebih kecil dari biayanya berarti rugi. Bayar PPh? Enggak. Tapi harus punya NPWP? Punya," tegasnya, dikutip dari Kompas.com, Minggu (22/10/2021).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), penghasilan kena pajak (PKP) dikenakan untuk masyarakat dengan pendapatan sebagai berikut:
Di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp 4,5 juta per bulan
Sehingga, masyarakat dengan gaji di bawah Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, tidak akan dipungut pajak.
Ketentuan tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) UU HPP, yakni PTKP per tahun diberikan paling sedikit:
Rp 54 juta untuk diri wajib pajak orang pribadi.
Rp 4,5 juta tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
Rp 54 juta tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp 4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling, banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
Kerja sama DJP dan Ditjen Dukcapil
Integrasi NIK dengan NPWP sendiri akan menjadi kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil).
Berdasarkan rilis yang diterima), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, kerja sama di atas merupakan kelanjutan dari perjanjian kerja yang terjalin sejak 2013, dan diperbarui pada 2018.
"Kami juga berharap sinergi antara kedua instansi di masa yang akan datang akan semakin kuat demi membangun Indonesia yang lebih baik, adil, dan sejahtera melalui penerimaan pajak," ujar Neilmaldrin.
Integrasi data kependudukan dan perpajakan juga diharapkan semakin memperkuat upaya penegakan kepatuhan perpajakan.
Tak hanya itu, Neilmaldrin menuturkan, masyarakat sebagai wajib pajak juga akan semakin dimudahkan dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan.
"Sekaligus mendukung kebijakan satu data Indonesia," tambah dia. [Ss]