WahanaNews.co | Ancaman serangan nuklir dari Rusia memasuki babak baru. Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev mengatakan kepada Sputnik, ancaman konflik nuklir selalu ada.
Di luar dugaan, dia mencatat bahwa senjata nuklir NATO sudah ditargetkan pada fasilitas di Rusia.
Baca Juga:
China Ancam AS, Minta Segera Kurangi Senjata Nuklir
Dmitry Medvedev pun menjelaskan bahwa hulu ledak Rusia ditujukan pada target di Eropa dan Amerika Serikat.
Oleh karena itu, dia menekankan perlu dilakukan kebijakan yang bertanggung jawab.
Dia mencatat bahwa krisis saat ini lebih buruk daripada selama Perang Dingin.
Baca Juga:
Pertemuan Epik Prabowo-Putin: Langkah Besar Menuju Era Baru Nuklir
Dmitry Medvedev melihat, rekan-rekan Rusia pada waktu itu tidak membawa situasi ke titik didih.
Mereka tidak menjatuhkan sanksi pada industri, pertanian, dan individu. Namun tidak saat ini, mereka sedang melakukan penggembosan di semua lini.
Dmitry Medvedev menambahkan bahwa jika kepemimpinan Rusia telah mengambil sikap yang tidak bertanggung jawab, itu akan menarik diri dari perjanjian START Baru (Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis), karena orang-orang yang menandatanganinya sekarang masuk dalam daftar sanksi Barat.
Bahkan ketika tidak ada yang menginginkan perang, pada titik tertentu hal itu bisa terjadi.
Oleh karena itu, kata dia perlu ada yang menerapkan kebijakan yang bertanggung jawab untuk menghindari perang lebih besar dengan menggunakan senjata mematikan.
"Tidak ada yang menginginkan perang, apalagi perang nuklir, yang merupakan ancaman bagi keberadaan peradaban manusia," kata Dmitry Medvedev.
Dia kemudian menjawab pertanyaan tentang kemungkinan konflik nuklir atau perang antara Rusia dan NATO.
"Dalam pengertian ini, para analis yang mengatakan, mungkin agak sinis, tetapi bagaimanapun, bahwa pengembangan senjata nuklir telah mencegah sejumlah besar konflik di abad 20 dan 21, adalah benar. Ini benar. Faktanya, itulah yang terjadi," tutur Dmitry Medvedev.
Dengan perkembangan situasi antara Rusia dan Ukraina saat ini, dia tidak menampik jika ancaman perang nuklir pasti ada. Namun, Rusia akan bertarung untuk menghindari hal tersebut.
Akan tetapi, saat NATO dan Barat telah mencampuri urusan di Ukraina, Dmitry Medvedev mengungkapkan bahwa senjata nuklir NATO sudah ditargetkan ke fasilitas di Rusia.
Provokasi ancaman serangan nuklir ini pun membuat Jepang menjadi salah satu negara yang merasa muak.
Pasalnya, serangan bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945, menjadi tragedi yang mustahil dapat dihapuskan dari benak pemerintah dan seluruh rakyatnya.
Hal itu menjadi salah satu penyebab mengapa Jepang menjadi pihak paling tersulut emosi ketika Kim Jong Un kembali meluncurkan rudal balistik antarbenua (ICBM), yang dinilai terbesar sejauh ini.
Menteri Pertahanan Jepang, Makoto Oniki bereaksi sangat marah menanggapi tindakan itu. Ia menilai Kim Jong Un hanya memperburuk suasana di tengah konflik antara Rusia dengan Ukraina.
Kemarahan Jepang merambat hingga ke pertemuan antara Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida dan Duta Besar AS, Rahm Emanuel selama kunjungan ke Hiroshima, Sabtu, 26 Maret 2022.
Melalui hasil kunjungan di lokasi serangan bom atom dalam Perang Dunia II tersebut, Jepang dan AS mengeluarkan peringatan keras terhadap Rusia dalam penggunaan senjata nuklir miliknya.
Peringatan pada Moskow utamanya dipicu oleh reaksi Pemerintahan Putin yang menolak mengesampingkan persenjataan nuklirnya, pada Selasa lalu, 22 Maret 2022.
Rusia bahkan mengklaim pihaknya berhak meledakkan senjata penghancur massal itu dalam perang Ukraina jika posisi mereka terancam.
Sambil mengunjungi taman dan museum memorial perdamaian, Fumio Kishida dan Rahm Emanuel menyerukan ungkapan Rusia adalah negara yang tidak berbudi.
Sejarah mencatat, sekitar 140.000 orang tewas dalam pemboman Hiroshima, termasuk mereka yang selamat dari ledakan tetapi meninggal setelahnya akibat paparan radiasi.
Tiga hari kemudian bom plutonium dijatuhkan di kota pelabuhan Jepang Nagasaki, menewaskan sekitar 74.000 orang dan menyebabkan berakhirnya Perang Dunia II.
Kenangan pahit itu membuat Jepang memahami lebih dari siapapun, betapa mengerikannya nuklir bagi keberlangsungan hidup sebuah peradaban.
Amerika Serikat sampai saat ini tetap menjadi satu-satunya negara yang pernah menggunakan senjata nuklir dalam konflik.
"Sejarah Hiroshima mengajarkan kita bahwa tidak masuk akal bagi negara manapun untuk membuat ancaman seperti itu," kata Emanuel, dikutip dari Channel News Asia.
“Kengerian senjata nuklir tidak boleh terulang,” ucap Kishida, merujuk pada tragedi Hiroshima dan Nagasaki. [Ss/qnt]