WahanaNews-Borneo | Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Arjuna Utama Sawit (AUS) terkait kebakaran lahan perkebunan seluas 970,44 hektare pada 2015 di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Perusahaan tersebut tetap dihukum untuk membayar denda sebesar Rp342 miliar.
Baca Juga:
Kasus Kerangkeng Manusia, MA Batalkan Vonis Bebas Eks Bupati Langkat
"Amar putusan: tolak," demikian bunyi putusan dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (4/8).
Perkara nomor: 720 PK/PDT/2022 ini diadili oleh hakim ketua Hamdi dengan anggota masing-masing Ibrahim dan Haswandi. Putusan dibacakan pada Kamis, 28 Juli 2022.
Pemohon PK adalah PT AUS, dalam hal ini diwakili oleh William Thaslim selaku Direktur Utama. Sedangkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya Bakar sebagai termohon PK.
Baca Juga:
Ditjen Pemasyarakatan Tegaskan Terpidana Mati Mary Jane Belum Bebas
Proses hukum bermula ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelidiki kebakaran lahan seluas 970,44 hektare di wilayah perkebunan sawit PT AUS. KLHK mengajukan gugatan ke pengadilan.
Rabu, 23 Oktober 2019, Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya mengabulkan gugatan KLHK untuk sebagian dan menyatakan PT AUS telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Atas dasar itu, PT AUS dihukum membayar denda secara tunai sejumlah Rp261.878.686.279. Rinciannya terdiri dari kerugian lingkungan hidup sebesar Rp99.684.682.099 dan tindakan pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp162.194.004.180.
Atas putusan tersebut, KLHK dan PT AUS sama-sama mengajukan banding. Hukuman denda terhadap PT AUS diperberat menjadi Rp342.975.688.369. Rinciannya: ganti kerugian materiil kepada penggugat, secara tunai dan seketika berupa kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sejumlah Rp115.855.407.000. Kemudiantindakan pemulihan lingkungan hidup atas lahan yang terbakar seluas 970,44 hektare dengan biaya sejumlah Rp227.120.281.369.
Putusan tersebut selanjutnya dikuatkan oleh majelis kasasi pada Kamis, 10 Desember 2020. Dua tahun setelahnya, PT AUS mengajukan PK. Namun, MA menolak PK tersebut.[ss]