Wahananews-Borneo | Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengusulkan pemerintah untuk membentuk Satgas Minyak Goreng yang melibatkan sejumlah kementerian/lembaga.
"Saya mengusulkan agar diubah menjadi Satgas Minyak Goreng atau SKB yang melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Polri, dan Kementerian Dalam Negeri," kata Deddy dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (26/3/2022).
Baca Juga:
RSUI-Sania Royale Rice Band, Seminar Atasi Stroke dengan Gamma Oryzanol: Metode Memasak Minyak Goreng Sehat
Dia menyarankan pemerintah mencabut Permen Menperin No.8/2022 karena tidak sejalan dengan UU dan tidak melibatkan pihak-pihak lain yang seharusnya ikut berperan dari hulu ke hilir.
"Tanpa pengawasan yang ketat dari hulu terkait pasokan bahan baku, distribusi produksi, pengendalian harga, dan penegakan hukum yang tegas maka kebijakan apa pun tidak akan mampu mengatasi kelangkaan dan harga yang mahal," katanya.
Pemerintah, kata Deddy, tidak boleh melepaskan harga minyak goreng sepenuhnya kepada mekanisme pasar semata atau hanya mengatur minyak curah, tetapi harus mengendalikan harga minyak goreng kemasan agar sesuai keekonomian.
Baca Juga:
P3PI Dorong Peningkatan Standar Higienis di Pabrik Kelapa Sawit menuju Kelayakan Food Grade
"Harga keekonomian berarti mempertimbangkan harga bahan baku, harga pokok produksi, biaya distribusi, dan keuntungan yang wajar dengan kondisi makro ekonomi dan kemampuan daya beli masyarakat. Itulah filosofi UU tentang perdagangan dan itu arti kehadiran negara," tuturnya.
Politikus PDIP Perjuangan ini berpendapat bahwa langkah yang dilakukan pemerintah saat ini melalui tiga paket kebijakan tidak akan efektif menyelesaikan masalah kelangkaan dan harga minyak goreng yang tinggi saat ini.
Kebijakan pertama adalah pencabutan mekanisme DMO, DPO, dan harga eceran tertinggi (HET) DMO adalah "domestic market obligation" dan DPO adalah "domestic price obligation" untuk mengatur penyebaran minyak goreng (migor) di pasaran.