WahanaNews-Borneo | Dalam sebuah laporan tentang praktik Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 2021, AS mencatut kasus pelaporan Moeldoko terhadap dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayoga dan Miftahul Huda terkait bisnis Ivermectin pada 10 September tahun lalu.
Laporan HAM yang diterbitkan AS menyoroti polemik Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang melaporkan sejumlah aktivis atas dugaan pencemaran nama baik.
Baca Juga:
Penasaran? Simak, Ini Tugas Dewan Ekonomi Nasional yang Dipimpin Luhut
"Gugatan pidana berfokus pada pernyataan yang dibuat oleh organisasi pada bulan Juli yang menuduh Moeldoko memiliki konflik kepentingan dalam mempromosikan penggunaan Ivermectin sebagai pengobatan untuk Covid-19, karena hubungan dekat putrinya dengan PT Harsen Laboratories, produsen Ivermectin," tulis laporan HAM AS, Jumat (15/4/2022).
Laporan itu juga menerangkan bahwa Moeldoko kala itu telah membantah putrinya memiliki hubungan bisnis dengan PT Hansen Laboratories. Sebelum mengajukan tuntutan itu, Moeldoko juga telah mengirim tiga surat kepada ICW.
Sementara pada kasus Luhut, laporan itu juga menuliskan bahwa pada 22 September 2021, Luhut mengajukan pengaduan pidana dan perdata pencemaran nama baik ke polisi oleh Haris Azhar dan Fatia.
Baca Juga:
Prabowo Resmi Tunjuk Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional
Aduan tersebut mengarah pada pernyataan yang dibuat oleh Fatia dalam sebuah video yang diunggah melalui kanal YouTube Haris pada 20 Agustus tahun lalu.
Laporan itu menuliskan bahwa keduanya menuding Luhut memiliki konflik kepentingan ekonomi dalam polemik di Papua.
"Pengacara dan juru bicara Pandjaitan membantah tuduhan para aktivis dan menyatakan mereka tidak memiliki dasar faktual untuk mengklaim Pandjaitan memiliki konflik kepentingan di Papua. Hingga akhir tahun, Badan Reserse Kriminal sedang menyelidiki pengaduan tersebut setelah upaya untuk mengatur sesi mediasi antara para pihak terhenti," lanjut laporan tersebut.
Moeldoko pada pertengahan Oktober lalu dicecar 20 pertanyaan terkait laporannya terhadap peneliti ICW tentang dugaan pencemaran nama baik.
Pemeriksaan terhadap Moeldoko buntut dari aduan yang dilayangkan pihaknya ke Mabes Polri pada 10 September dan teregister dengan nomor LP/B/0541/IX/2021/SPKT/Bareskrim Polri.
Moeldoko membuat laporan itu lantaran tidak terima atas tudingan ICW soal bermain dalam bisnis obat Ivermectin. Ia juga tak terima dituduh melakukan permainan bisnis impor beras.
Dalam laporannya Moeldoko mempersangkakan peneliti ICW dengan Pasal 45 ayat (3) jo 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP.
Sebelum membuat laporan, Moeldoko mengaku sempat melayangkan somasi ke ICW atas tudingan itu.
Mantan panglima TNI itu meminta dua peneliti ICW meminta maaf ke publik atas fitnah tersebut, namun permintaan itu tak dipenuhi.
Kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan mengaku kliennya belum ada rencana untuk berdamai dengan dua peneliti ICW tersebut. Kendati demikian, Otto menyebut pihaknya masih menunggu perkembangan proses penyelidikan atas laporan kliennya ini.
"Kita kan melapor, karena kita yang melapor tentunya kita enggak ada pemikiran seperti itu (damai) ya kan," kata Otto.
Sementara pada polemik kasus Luhut berawal dari video yang diunggah Haris dalam akun YouTube Haris Azhar. Video tersebut berjudul "Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!".
Luhut kemudian resmi melaporkan Hariz Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya. Laporan ini terdaftar dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September 2021.
"Saya ingatkan tidak ada kebebasan absolut, semua kebebasan bertanggung jawab jadi saya punya hak untuk bela hak asasi saya," kata Luhut usai melaporkan kedua aktivis itu ke Polda Metro Jaya, 22 September 2021.
Luhut pun kembali membantah tuduhan bahwa dirinya bermain bisnis tambang di Papua. Apalagi, kata Luhut, tak ada bukti atas tuduhan tersebut.
PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group disebut terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Luhut adalah salah satu pemegang saham di Toba Sejahtera Group.
"Saya tidak melakukan itu tidak ada. Saya sudah minta bukti- tidak ada. Dia bilang research tidak ada," ujarnya.
Hingga saat ini, Moeldoko dan Juru Bicara Luhut, Jodi Mahardi belum memberikan respons terkait masalah tersebut.
Sementara Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pihaknya justru punya catatan AS dilaporkan soal keluhan dari masyarakat.
Menurutnya, dalam kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasar SPMH, Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali.
"Laporan-laporan itu ya biasa saja dan bagus sebagai bentuk penguatan peran civil society. Tapi lampiran seperti itu belum tentu benar," ujar Mahfud. [Ss]