Wahananews-Borneo | Minyak sawit merupakan kebutuhan utama masyarakat global yang digunakan sebagai bahan baku produk makanan, kosmetik, sabun, hand sanitizer, oleochemical hingga renewable energy.
Masyarakat selama 24 jam berdampingan dengan produk berbahan minyak sawit. Kegiatan riset dan inovasi menjadi keharusan agar penggunaan produk sawit sesuai kebutuhan masyarakat.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Hal tersebut disampaikan Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Moch. Edy Yusuf, saat memberikan pidato kunci dalam Webinar “Inovasi Sawit dalam Industri Pangan” yang diadakan Majalah Sawit Indonesia bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Rabu (25 Mei 2022).
Kegiatan ini menghadirkan pembicara antara lain Sahat Sinaga (Plt. Ketua Umum Dewan Sawit Indonesia), Prof. Nuri Andarwulan (Guru Besar IPB University), Arfie Thahar (Kepala Divisi Program Pelayanan BPDPKS), dan Jummy Bismar Martua Sinaga (Senior Manager Commercial Biofuel APICAL Indonesia).
Edy menjelaskan bahwa perlu aksi bersama untuk membangun keberlanjutan hulu hingga hilir kelapa sawit sehingga terjadi harmonisasi people, planet dan profit.
Baca Juga:
Kejagung Geledah Kantor KLHK Terkait Dugaan Korupsi Kelapa Sawit Senilai Ratusan Miliar
“Sawit menjadi komoditas penting bagi masyarakat global karena dapat menjadi olahan produk pangan, kosmetik, sabun, hand sanitizer sampai renewable energy. Selama 24 jam kita hidup berdampingan dengan produk-produk sawit,” ujarnya.
Dikatakan Edy, kebutuhan minyak goreng nasional sebanyak 5,7 juta kiloliter terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebanyak 3,9 juta kiloliter. Sementara, kebutuhan industri sebesar 1,8 juta kiloliter.”Adanya kebutuhan minyak goreng perlu dibarengi edukasi penggunaan produk berbasis sawit aman dan kegiatan ini perlu ditingkatkan,” jelasnya.
Selanjutnya, Edy menambahkan pihaknya sangat mengapreasiasi Lomba Kreasi Pangan UKMK Berbahan Sawit dan webinar yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia untuk meningkatkan kampanye dan edukasi terkait kandungan nutrisi dan gizi di dalam kelapa sawit kepada masyarakat terutama untuk UKMK.
“Kegiatan seperti ini perlu konsisten dilakukan dalam upaya membangun kampanye positif bahwa minyak sawit dan produk berbahan sawit aman dan layak dikonsumsi. Meskipun diketahui dan menyadari Indonesia perlu melakukan dan berbenah terus melakukan perbaikan kualitas dari produk minyak sawit yang bersifat menyeluruh. Dan keberhasilan ini memerlukan kerjasama antar masyarakat, pemerintah dan LSM termasuk media,” lanjutnya.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mendukung pengembangan riset sawit termasuk bidang pangan sesuai amanat Perpres Nomor 66/2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Arfie Thahar, Kepala Divisi Pelayanan BPDKS, menjelaskan terdapat tujuh bidang kelompok riset yaitu budidaya, pasca panen dan pengolahan, pangan dan kesehatan, bioenergy, oleokimia dan biomaterial, lingkungan serta sosial, ekonomi, bisnis manajemen dan pasar. Kegiatan penelitian dan pengembangan sawit bertujuan meningkatkan produktivitas, sustainability, penciptaan produk atau pasar baru dan meningkatkan kesejahteran petani.
Jumlah dana riset disalurkan BPDPKS mencapai Rp 389,3 miliar kepada 235 bidang penelitian sepanjang periode 2015-2021. Riset ini meliputi 48 bidang bioenergi, 9 bidang pasca panen, 26 riset budidaya, 17 bidang pangan dan kesehatan, 37 bidang olekimia dan biomaterial, 61 bidang sosial ekonomi, dan 37 bidang lingkungan.
Arfie menuturkan program riset BPDPKS menjalin kerjasama dengan 70 Lembaga Penelitian dan Pengembangan termasuk perguruan tinggi dan BRIN. Selain itu, ada 840 peneliti, 346 mahasiswa, 201 publikasi yang terlibat dalam riset BPDPKS.”Dari program riset ini dihasilkan 42 paten dan 6 buku,” ujar Arfie.
Sahat Sinaga, Plt. Ketua Umum Dewan Sawit Indonesia menjelaskan bahwa kampanye negatif sawit sudah berlangsung semenjak 1980-an. Harga sawit yang kompetitif selalu dikaitkan dengan kualitas.
Tuduhan rendahnya kualitas minyak sawit selalu digaungkan negara produsen minyak nabati lain. Sebab, harga minyak nabati lain lebih tinggi US$200/ton daripada sawit. “Kalau ada tuduhan harga sawit murah lalu kualitasnya rendah, itu tidak benar,” jelasnya.
Sahat juga menjelaskan banyak orang tidak tahu bahwa kandungan gizi minyak sawit setara dengan Air Susu Ibu (ASI). Maka itu dalam industri susu digunakan juga sawit ini.
Dalam upaya meningkatkan kualitas minyak sawit telah ada inovasi seperti Pabrik Minyak Sawit Tanpa Uap (PMTU). Sahat menjelaskan pengolahan dengan teknologi tanpa uap akan membuat kandungan klorin yang mengandung senyawa karsinogenik dari proses pemurnian CPO yang menghasilkan Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olien dapat memenuhi standar pasar internasional. Manfaat lain pengoperasian PMTU lebih efisien dan ramah lingkungan.
Dijelaskan Sahat pengoperasian teknologi PMTU dapat dijalankan melalui skema korporasi petani di 26 provinsi. Alhasil posisi tawar petani akan meningkat terutama dari aspek harga TBS sawit.
Pada kesempatan itu, Prof Nuri Andarwulan, Guru Besar IPB University menyampaikan minyak sawit sebagai ingredien pangan olahan yang sulit digantikan oleh minyak atau lemak lainnya.
“Minyak sawit sebagai ingredien minyak pangan olahan. Minyak sawit sangat sulit untuk disubstitusi oleh minyak nabati lain yang ada di pasaran. Ini berhubungan dengan keekonomian dan teknologi yang diterapkan,” ucapnya.
Dijelaskan Prof Nuri, salah satu produk berbahan minyak sawit yang digunakan untuk olahan pangan yaitu margarin untuk oles. Dulu, margarin lebih banyak dari minyak biji-bijian yang dihidrogenasi. Saat ini margarin dari minyak sawit dapat berkompetisi dengan produk lain di pasaran.
“Berikutnya minyak sawit untuk masak yaitu vegetable ghee atau margarin cair adalah teksturisasi campuran dari fraksi minyak sawit dan masih banyak lain produk lain dari sawit yang digunakan untuk makanan misalnya margarin for cream yang sulit gantikan oleh minyak nabati lainnya. Dan, untuk bahan non dairy creamer dan chocolate coating,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof Nuri menegaskan minyak sawit sebagain ingedrien produk susu formula (infant, follow on, growing-up formula). Minyak sawit digunakan untuk growing-up formula supaya mirip dengan Air Susu Ibu (ASI). Hasil dari sampling susu formula yang ada di pasaran 90% mengandung minyak sawit.
Jummy Bismar Sinaga, Senior Manager Commercial Biofuel APICAL Indonesia, menuturkan bahwa APICAL terus mengembangkan riset dan inovasi untuk menghasilkan produk hilir kelapa sawit.
Dari sektor hulu, APICAL mendapatkan dukungan dari Asian Agri yang memiliki luas 100 ribu ha kebun inti dan 60 ribu ha kebun plasma serta 41 ribu ha kebun swadaya. Didukung 22 pabrik kelapa sawit dan 10 unit kernel crushing plant.
“Keberadaan kebun, pabrik sawit, dan refineri kami saling terjangkau sehingga mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi rantai suplai APICAL. Keunggulan ini menjadikan nilai jual kepada konsumen sehingga delivery bisa on time,” ujarnya.
Jummy menjelaskan bahwa fasilitas APICAL yang berlokasi strategis yang berada di Indonesia, Cina dan Spanyol, sehingga menjadikan APICAL dekat dengan pemasok dan konsumen, meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam operasional perdagangan secara global.
Apical merupakan pemasok terkemuka di Indonesia dalam pasar minyak curah dan kemasan, margarin, Shortening dan melayani hingga ke end Customer. Selain itu, APICAL juga meluncurkan Apical 2030, sebuah inisiatif keberlanjutan yang strategis.
Inisiatif ini terdiri dari komitmen pada empat pilar strategis yaitu Kemitraan Transformatif, Aksi Iklim, Inovasi Hijau, dan Kemajuan Inklusif dalam sepuluh (10) tahun ke depan, yang mana target yang ditetapkan terkait erat dengan filosofi bisnis dari Grup yaitu 5C (good for community, country, climate, customer, company). [Ss]