WahanaNews-Borneo | Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengungkapkan, terdapat 404 terpidana mati di Indonesia yang tengah mengantre untuk menjalani eksekusi mati per 29 November 2021.
Peneliti ICJR Iftitahsari atau Tita menyampaikan, jumlah ini mengalami peningkatan.
Baca Juga:
Sambut Baik Dukungan Aktivis Alumni Mahasiswa Jakarta Raya, Al Haris : Buktikan Kita Solid
"Sekitar 79 di antaranya sudah berada dalam death row selama lebih dari 10 tahun," ujar Tita dalam Laporan ICJR mengenai Pidana Mati Periode 1 Januari-31 Desember 2021 pada Kamis, 27 Januari 2022.
Tita mengungkap bahwa kasus hukuman mati di Indonesia masih didominasi oleh perkara narkotika. Peraka narkotika, kata Tita enam tahun berturut-turut sejak kali pertama pihaknya merilis laporan serupa di 2016, selalu mendominasi angka kasus hukuman mati di Tanah Air.
"Mayoritas adalah perkara narkotika, yaitu 120 kasus," kata Tita.
Baca Juga:
Aktivis Alumni Mahasiswa Jakarta Raya Dukung Al Haris - Sani di Pilgub Jambi 2024
Menurut Tita, tren kasus hukuman mati di Indonesia dari tahun ke tahun masih cukup tinggi. Di tahun ini ICJR mencatat terdapat 146 kasus hukuman mati di Indonesia.
"Kasus hukuman mati di sini merujuk pada angka penuntutan dan atau penjatuhan hukuman pidana mati di Indonesia pada 2021. Yang kita tahu masih sangat tinggi, yaitu 146 kasus dengan 171 terdakwa," ujar dia.
ICJR mencatat temuan kasus hukuman mati pertama pada perkara tindak pidana korupsi, yakni pada kasus Heru Hidayat.
"Ini juga menjadi catatan penting kami bahwa dilaporkan sebelumnya yang 2020 kami sudah menyoroti dan sudah mengingatkan bahwa isu hukuman mati untuk kasus korupsi juga tidak tepat dilakukan.
Tapi ternyata akhirnya tahun ini tercatat ada kasus Heru Hidayat kemarin yang sempat dituntut hukuman mati, meskipun akhirnya hakim tidak mengabulkan tuntutan tersebut," papar dia.
Heru Hidayat merupakan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera. Ia adalah terdakwa kasus korupsi PT Asabri yang lolos dari tuntutan hukuman mati.
Pada 18 Januari lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis nihil dan menyatakan terdakwa tidak bisa dijatuhkan pidana penjara karena sudah mendapat hukuman maksimal dalam perkara lain, yakni korupsi PT Asuransi Jiwasraya. [As]