WahanaNews-Kaltim| Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV Samarinda menyebut faktor historis yang mempengaruhi banjir di sekitar Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara.
Namun area yang dimaksud tidak termasuk dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan ( KIPP ).
Baca Juga:
Jokowi Siap Pindah ke IKN Bulan Depan, Usai Rampungnya Bandara
Meski begitu, strategi mengatasi banjir tetap dilakukan.
Penanganan banjir tahunan di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara di Ring II IKN Nusantara, berjenjang yakni jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Banjir di Kelurahan Sepaku dan Desa Pamaluan pada 17-18 Maret lalu berada di Ring II IKN Nusantara, bukan di KIPP.
Baca Juga:
Keandalan Listrik PLN pada Perayaan HUT ke-79 RI di IKN Diapresiasi Berbagai Kalangan
"Banjir di sana terjadi setiap tahun dan sudah sejak lama terjadi karena berada di dataran rendah," sebut Kepala BWS Kalimantan IV Samarinda, Harya Muldianto, Sabtu (25/3/2023).
Ada beberapa hal terkaitan dengan banjir di IKN Nusantara, salah satu kriteria pemilihan Kaltim sebagai kawasan IKN adalah daya dukung tanah dan air yang cukup memadai.
Dirjen Sumber Daya Air diberikan tugas untuk menyiapkan infrastruktur dasar di IKN yakni mengelola sumber daya air agar berkelanjutan.
Adapun tiga program yang dikerjakan untuk mendukung IKN Nusantara, yakni pembangunan Bendungan Sepaku-Semoi, penyediaan air baku melalui intake, dan pengendalian banjir DAS Sanggai.
Sementara itu, terdapat enam Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam kawasan IKN yakni DAS Sanggai 891,8 km2; DAS Samboja 550,4 km2; DAS Dondang 563,6 km2; DAS Mahakam 512 km2; DAS Wain 30,4 km2; DAS Riko 13,2 km2.
Permasalahan banjir di Kecamatan Sepaku pada 17 Maret 2023 lalu, dikatakan Harya secara historis sering terjadi bahkan sebelum adanya kebijakan pemindahan IKN ke Kaltim.
Terkait dengan kehadiran IKN Nusantara, desain kawasan agar tidak terjadi banjir juga dibuat hingga 100 tahun ke depan.
Antara lain dengan pembangunan sejumlah bendungan, embung, beberapa intake, dan penanaman pohon endemik untuk menyerap air ketika terjadi hujan.
Dijelaskan Harya Muldianto, Kecamatan Sepaku, masuk dalam DAS Sanggai yang merupakan salah satu DAS di wilayah Sungai Mahakam.
DAS Sanggai mempunyai tujuh sungai yang bermuara di Teluk Balikpapan Sungai Trunen, Semuntai, Sanggai, Sepaku, Semoi, Palamuan, dan Baruangin.
Terdapat tiga sungai yang mengalir di KIPP yakni Trunen, Semuntai dan anak Sungai Sanggai.
"Genangan banjir terjadi pada daerah paparan banjir yang telah dihuni penduduk dan kawasan di pinggir jalan provinsi karena terbatasnya kapasitas gorong-gorong, penyempitan saluran, dan tidak adanya saluran drainase yang memadai," jelasnya.
Secara topografi lokasi KIPP ialah daerah berbukit, lalu bagian hilir relatif datar berupa kawasan rawa.
Banjir selalu terjadi berulang di tempat yang sama, karena beberapa kondisi topografi yang bergelombang, adanya bottle neck, serta ada bangunan yang masuk pada badan sungai, serta tingginya sedimentasi akibat pembukaan lahan di hulu.
"Selain permukiman penduduk yang menjadi perhatian adalah akses jalan nasional dari Samboja menuju Sepaku yang juga berpotensi terendam banjir," tandas Harya.
Skema Otorita IKN
Secara terpisah, Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adiwijaya menjelaskan, Otorita IKN bersama instansi terkait melakukan identifikasi dan kajian terkait faktor biofisik serta sosial ekonomi masyarakat.
Selain itu, segera menghitung curah hujan tertinggi dan luas daerah tangkapan khsusnya hulu DAS yang tertampung dan kecepatan aliran ke badan sungai dan muara (Input berupa CH dan Outflow berupa debit)
Menurutnya, pembangunan IKN Nusantara dalam bentuk bangunan/gedung, jalan, saluran drainase, embung, waduk dan lainnya tentu berdampak pada perubahan landscape.
Namun akan dilakukan upaya optimal guna meminimalkan aliran permukaan (runoff), erosi dan sedimentasi serta pembuangan sampah serta limbah yang terkontrol dengan baik.
Mengenai skema, Achmad Jaka memaparkan, Otorita IKN dan Kementerian terkait membangun waduk, bendungan, sumur resapan, biopori, percepatan reforestasi.
Termasuk, pemantauan terhadap aktivitas tambang dan aktivitas lainnya di bagian hulu DAS yang berpotensi tidak mendukung pembangunan berkelanjutan.
Untuk akselerasinya, lanjut Achmad Jaka, semua stakeholders wajib terlibat, termasuk masyarakat harus bahu-membahu mengatasi persoalan banjir dan bencana alam lainnya serta upaya perbaikan lingkungan menjadi tanggungjawab bersama.
Mengenai implementasi rencana riil, dijelaskannya, ada rencana jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang.
Semua skema yang dirancang diharapkan meminimalkan bahkan meniadakan banjir, jika semua stakeholders termasuk masyarakat bekerja sama.
Beberapa wilayah dataran rendah merupakan lokasi limpasan air sungai, pada daerah muara yang sering terkena pasang surut air laut juga tidak dapat dihuni.
“Namun itu dapat dikelola menjadi daerah terbuka hijau dan produksi pangan untuk mendukung ketahanan pangan IKN,” ujarnya.
Menurutnya, tujuh kawasan yang kerap jadi langganan banjir berada pada dataran rendah dan daerah genangan dan menjadi prioritas penanganan.
Selain itu, bantaran dan badan sungai yang mengalami peningkatan sedimentasi dan tumpukan sampah akan ditangani, juga mendorong penataan permukiman penduduk sehingga banjir tidak lagi mengganggu aktivitas dan perekonomian masyarakat.
Mengenai proyek normalisasi sungai untuk pengendalian banjir di IKN, ia mengatakan, sedang berjalan dan diharapkan selesai tepat waktu untuk mengurangi potensi banjir.
Untuk itu, semua pihak harus bijak untuk perlu sosialisasi dan kerelaan seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung sepenuhnya pembangunan IKN.
“ Pembangunan IKN di Kaltim tidak sementara dan semu, namun akan menjadi bentuk peradaban baru yang mendorong Indonesia menjadi negara yang maju, berdaulat dan tentu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.[ss]