Metro Nusantara News | Sub-Pokja Civil 20 Indonesia atau C20 Indonesia menyebut agenda G20 Indonesia tidak akan menghasilkan komunike jika tak mengangkat isu perlindungan masyarakat sipil. Berdasarkan keterangan resminya, C20 melihat adanya persoalan kebebasan sipil di level domestik negara-negara G20.
C20 menilai, sentimen publik terhadap G20 menjadi hal yang maklum mengingat minimnya upaya pemerintah untuk memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi memberikan suara terkait isu global.
Baca Juga:
Prabowo Ungkap Dampak Iklim di KTT G20, Pindah Ibu Kota RI Hingga Energi Terbarukan
Melalui keterangan resminya, C20 juga menyebutkan sejumlah pelanggaran terhadap masyarakat sipil yang menimpa sejumlah aktivis di Bali menjelang G20. Pihaknya menyebutkan, pelanggaran itu merupakan cerminan bahwa pemerintah belum dapat memaknai peningkatan kesejahteraan yang merupakan tujuan dilakukannya G20.
"Wacana pemulihan ekonomi global yang diangkat forum G20 2022 hanya akan dikenang sebagai jargon elitis yang nihil akan gagasan keberlanjutan serta keberpihakan pada hak asasi manusia,” tulis Sub Pokja C20 dalam keterangannya, Selasa 15 November 2022.
Dari poin-poin tersebut, C20 Indonesia mengambil sikap untuk mendesak agar presidensi G20 dan C20 selanjutnya dapat melanjutkan working group C20 Indonesia untuk merespons isu masyarakat sipil global yang semakin menyusut dari waktu ke waktu.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Ajak KTT G20 Entaskan Kelaparan, Mentan Amran Gerak Cepat Bentuk Brigade Swasembada Pangan
Sejauh ini, langkah C20 sebagai engagement group G20 dalam memperjuangkan persoalan perlindungan masyarakat sipil telah mendapat puluhan ribu dukungan masyarakat dunia. Adapun petisi yang dibuat mitra Sub-Pokja Civic Space di New York telah mendapatkan respons lebih dari 37 ribu orang.[ss]